Foto: trobos
Biaya yang ditambahkan untuk IPAL tidak membebani secara nyata terhadap keseluruhan biaya produksi
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sudah menjadi seruan namun masih jadi keniscayaan untuk petambak udang. Pentingnya IPAL sudah ditekankan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kepada para petambak udang. Namun sayangnya aturan baku dan panduan teknis mengenai aplikasi IPAL secara lebih rinci belum dirumuskan.
Mau tidak mau petambak yang telah memiliki kesadaran menjalankan IPAL harus melakukannya sesuai dengan pengalaman masing-masing tanpa panduan baku. Walaupun kenyataannya belum semua petambak menjalankan IPAL, ada yang memang belum memahami urgensinya ataupun yang masih terkendala banyak hal dalam pembuatan IPAL.
Sejumlah petambak yang telah sadar menjalankan IPAL misalnya saja Koordinator Wilayah Pantai Selatan Jawa Barat, Shrimp Club Indonesia (SCI) Jawa barat - Banten, Bobby Indra Gunawan. Ia bersama tim sudah menerapkan IPAL pada tambak yang di kelolanya di pesisir selatan Kabupaten Garut. Bobby menyadari pentingnya pengelolaan air limbah budidaya sebelum kembali dibuang ke lingkungan demi menjaga keberlanjutan budidaya.
Di tambak yang dikelolanya, ia menyediakan 20 persen dari lahan produktif untuk digunakan sebagai IPAL. Meski ini dapat mengurangi produktivitas lahan dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang diyakininya dapat menjamin keberlanjutan budidaya.
Pada prinsipnya, pengolahan limbah budidaya melibatkan 3 proses, yakni proses fisik, kimiawi, dan biologis. Proses fisik bertujuan untuk mengurangi padatan tersuspensi pada limbah. Sementara proses kimiawi untuk membunuh mikroorganisme yang berpotensi membawa penyakit. Sedangkan proses biologis untuk mengurai limbah organik melalui bantuan bakteri pengurai.
Karena belum ada panduan baku mengenai penanganan air limbah budidaya tersebut, perlakuan yang digunanakan oleh Bobby baru menekankan pada pengolahan berbasis biologis, yaitu dengan penggunaan bakteri pengurai. “Selama ini kita Biologi aja, dengan bakteri,” ujar tim teknisi Bobby, Parjiyo.
Sementara pengolahan fisik hanya dilakukan secara sederhana melalui proses pengendapan.Penanganan biologis didasarkan pada tingkat keperluannya. Limbah budidaya yang sebagian besar adalah sisa pakan dan feses udang harus diurai dengan menggunakan bakteri. “Intinya yang kita buang ke IPAL itu air limbah, itu kan kurang bagus. Biar netral kita kasih bakteri yang bisa mengurai limbah buangan tersebut,” jelas Parjiyo.
Proses Fisik
Bobby melakukan treatment (perlakuan) IPAL setiap 2-3 kali setiap minggunya. Hal ini bergantung pada volume limbah yang dihasilkan. Frekuensi perlakuan yang cukup sering ini dikarenakan tambaknya yang menerapkan budidaya supra intensif, sehingga limbah yang dihasilkan juga lebih banyak.
Limbah yang masuk ke sistem IPAL bukan hanya buangan air pada saat panen saja, tetapi setiap hari dari central drain (outlet yang berada di tengah tambak) yang membuang limbah. Central drain pada setiap tambak dialirkan menuju kolam penampungan limbah.
Pada tambak yang dikelolanya, Bobby menyediakan 9 kolam untuk digunakan sebagai IPAL. Kesembilan tambak tersebut dibagi kedalam 3 proses perlakuan. Perlakuan pertama adalah pengendapan biasa.
Setelah diendapkan, air dialirkan menuju kolam perlakuan berikutnya. “Di IPAL pertama ada pengendapan. Dari pengendapan masuk ke kolam berikutnya. Kita kasih aerator kasih treatment. Keluar lagi ke bak yang terahir yang dikatakan sudah bisa netral,” tutur Parjio merinci lebih detail.
Hasil pengendapan pada petakan pertama adalah lumpur sisa-sisa budidaya. Lumpur ini, kata Bobby, diangkat secara rutin setiap 2-3 siklusbudidaya. Lumpur yang dihasilkan sejauh ini belum dimanfaatkan. Akan tetapi bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. “Kita rutin angkat setiap 2-3 siklus, sementara hanya kita angkat. Rencana akan dimanfaatkan untuk pupuk,” ujar Bobby.
Aplikasi Bakteri
Setelah proses pengendapan, air limbah masuk ke kolam berikutnya untuk ditreatmentdengan aplikasi bakteri. Kolam IPAL pada perlakuan bakteri ini dilengkapi dengan aerator untuk oksidasi. “Kita kasih oksidasi pada kolam IPAL dengan cara memberi mesin nano oksigen,” tambah Bobby.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua Edisi-59/15 April – 14 Mei 2017