Cari Ikan Hias? Indonesia Pusatnya!

Cari Ikan Hias? Indonesia Pusatnya!

Foto: by Istimewa
Prangko seri ikan hias endemik Indonesia

Indonesia ingin melepas diri dari bayang-bayang negara tetangga dalam memenuhi pasar ikan hias lokal maupun globa

 

Menurut Suseno Sukoyono, Ketua DIHI (Dewan Ikan Hias Indonesia), perkembangan nilai ekspor ikan hias Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan tren positif. Berdasarkan data yang tercatat, di 2021 nilai ekspor ikan hias Indonesia mencapai USD 34,54 juta. Tahun berikutnya naik menjadi USD 36,42 juta. Terakhir di 2023 nilainya mencapai USD 39,06 juta.

 

“Sejak 2022 Indonesia berpindah kedudukan menjadi eksportir ikan hias terbesar kedua di dunia setelah Jepang. Posisi tersebut diambil alih dari Singapura yang memang pada kenyataan negara tersebut tidak mempunyai ikan hias,” Suseno berbangga.

 

Di tahun tersebut tercatat nilai ekspor ikan hias dunia mencapai USD 289,51 juta. Dan Indonesia bersumbangsih sebesar 11,38 % disana.

 

“Tercatat di 2023, rerata pertumbuhan nilai ekspor ikan hiasnya sebesar 4,1 % per tahun,” beber Dwiyana, Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP KKP ((Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan)). Sementara di pasar dunia, data nilai impor ikan hias dunia 2022 mengalami pertumbuhan rerata sebesar 2,63%.

 

Dilihat dari besaran peran Indonesia di nilai ekspor ikan hias dunia, sambar Erwin, besar harapan Indonesia bisa menyalip Jepang untuk menduduki posisi pertama sebagai negara pengekspor ikan hias dunia. Hal ini bukanlah mustahil ditambah dengan pertumbuhan ekspor ikan hias Indonesia sejak 2015-2022 sebesar 9,63 % dibanding Jepang (-0,12%), Singapura (-2,78%), dan Spanyol (-10,29%).

 

Anomali Pasar Berbeda dari Data

Walaupun tren data menggambarkan hal menggembirakan, di lapangan, pembudidaya dan pengekspor bicara tentang anomali pasar ikan hias. Giri Maruto Darmawangsa, pemilik Bogorian Aquatic di kawasan Bogor-Jawa Barat, menceritakan, sebetulnya dari segi tren jenisnya, ikan hias di pasar itu tidak banyak berganti.

 

Masa pandemi lalu, kenang Giri, permintaan ketiga jenis ikan itu baik dari dalam maupun luar negeri membludak. “Berdasarkan data penjualan saya, denisoni adalah ikan yang terus menerus menjadi primadona. Disusul botia india, dan EBJD (electric blue jack dempsey). Ketiga jenis ikan tersebut menjadi produk pentolan kami,” terang Giri.

 

Ketiganya diminati karena memiliki sesuatu yang disukai para penghobi. Giri menjelaskan, denisoni digemari karena perpaduan garis warna tubuh yang dimilikinya sangat ciamik dalam aquascape. Keunikan botia india terletak pada corak tubuhnya mirip seperti batik dan kebiasaannya yang suka bersembunyi di celah-celah. Sementara keindahan EBJD berada di warna biru elektrik yang memenuhi tubuhnya.

 

“Selain tiga jenis itu, ada juga ikan lainnya yang dijual oleh Bogorian Aquatic. Seperti; agamisis, red lizard, panamense, platydoras, hoplo catfish albinodan hitam, black ghost, kribensis, discus, garra panda, danmini puffer,” kata pria lulusan FPIK IPB itu.

 

Kemudian, ia ungkapkan, anomali terjadi sejak dua tahun lalu. Ada perubahan signifikan, khususnya ikan denisoni.

 

Market denisoni itu telah berjalan lebih kurang selama 15 tahun, terpantau permintaannya relatif stabil, tidak ada kendurnya. Namun di September 2022 tiba-tiba saja market-nya tumbang,” papar Giri yang membudidayakan dan menjual beragam ikan hias ini.

 

Tumbangnya itu hingga ekspornya benar-benar tidak jalan karena tidak ada permintaan dari pasar luar. Di kondisi normal, ucap Giri, tempatnya bisa memproduksi dan menjual denisoni 100-120 ribu ekor per bulan. Saat September 2022, menjual 20 ribu ekor saja sangat susah. Artinya, hanya bersisa 15% saja kemampuan untuk menjual ikan tersebut.

 

“Tidak ada yang tahu persis apa penyebabnya. Ada informasi yang beredar, sepinya orderan denisoni karena China (sebagai salah satu importir denisoni dari Indonesia) masa itu pandeminya belum usa. Akibatnya, China sangat membatasi aksesibilitas keluar masuk barang dan orang ke negaranya. Ada juga yang mengatakan karena China sudah bisa memproduksi sendiri denisoni. Buat alasan yang terakhir ini saya kurang sependapat. Bisa saja China sudah bisa memproduksi denisoni sendiri, namun untuk memenuhi permintaan pasar, saya rasa China belum mampu,” urai Giri.                

 

Yang jelas, hingga 2023 akhir, suara Giri melemah, jumlah suplai dan demand denisoni tidak seimbang sehingga harganya menukik turun. Burayak yang awalnya Rp 750-800 per ekor turun sampai Rp 450-500 per ekor. Lalu, denisoni berukuran 1 inci yang tadinya dijual Rp 1.350-1.500 per ekor meluncur turun hingga Rp 750 per ekor. Saat itu situasi benar-benar kacau.

 

“Meskipun masih di atas nilai HPP, tapi dari sisi bisnis itu sudah masuk kategori tidak sehat. Karena harga jual turun terlalu jauh,” serak Giri tentang pergolakan pasar ikan hias sebelum 2024.

 

Belum lagi dari kategori jumlah penghobi yang menurun. Giri mengakui, dari konsumennya, ia mencatat dalam dua tahun terakhir terjadi perubahan pada tren cupang, ikan-ikan predator, dan siklid (cichlid). Dimana terjadi penurunan jumlah permintaan ataupun penghobi terhadap ketiga jenis ini.

 

Anomali pasar juga diamini Wawan Hermawan, Head of Operation PT Qian Hu Joe Aquatic Indonesia. Ia mengaku hampir semua jenis ikan hias yang dijual oleh Qian Hu mengalami penurunan permintaan pasarnya di dua tahun terakhir.

 

Pria yang akrab disapa Wawan itu menuturkan, pasca Covid-19, penjualan ikan hias dari eksportir ikan hias ini ke beberapa negara terjadi penurunan jumlah. “Daya beli yang menurun tersebut diduga akibat kejadian yang baru-baru ini terjadi di negara konsumen, seperti pandemi dan perang antar negara,” sebutnya.

 

Tren Ikan Hias 2023-2024

Untungnya, Giri mengucap syukur, dua bulan kebelakang tampaknya market denisoni sudah mulai jalan kembali. Harga ikut merangkak naik.

 

Wawan pun mengamini perbaikan pasar terkait ikan jenis lainnya. “Pasca meredanya kejadian di negara konsumen, di 2023 jumlah penjualan sudah berangsur-angsur kembali ke on track-nya. Dan sekarang (2024) semuanya mulai stabil lagi,” senyum sumringah terpancar dari karyawan perusahaan yang bergerak dibidang ekspor ikan hias itu.

 

Sejauh ini, sambung Wawan, Qian Hu memiliki banyak jenis yang diperdagangkan. Mulai dari kecil warna-warni yang cocok untuk aquascape, ikan endemik Indonesia (Botia macracantha dan tiger fish) hingga ikan hias besar seperti arwana.

 

“Jika ditanya ikan apa yang sedang tren baik di pasar maupun penghobi dunia, maka saya akan menjawab; neon tetra, cardinal tetra, silver arwana, Botia macracantha, dan tiger fish. Karena kelima jenis itu adalah top five ekspor dari Qian Hu selama beberapa tahun ini,” cakap Wawan.

 

Bahkan, papar Wawan, untuk ikan jenis tetra dan silver arwana oleh pembeli luar negeri itu bisa diibaratkan seperti nasi. Harganya tidak terlalu mahal jadi banyak orang yang ‘mengkonsumsinya’. Importir biasanya akan membeli ikan yang memiliki harga terjangkau, permintaan di negaranya sudah stabil dan jumlahnya banyak.

 

Hampir di tiap pengiriman, sebut Wawan, tiga jenis ikan tersebut selalu ada. Terkadang bila tiga jenis tersebut sedang tidak ada, importir tersebut lebih memilih membatalkan pembelian atau jumlah ordernya menjadi lebih sedikit dibanding biasanya.

 

Perihal harga, lanjutnya, di pasar luar negeri juga terjadi hukum ekonomi suplai dan demand. Ketika suplai meningkat, banyak maka harga jual akan sedikit menurun dari biasanya. Ataupun sebalik, saat suplai menurun maka harga jual ikan akan agak sedikit meningkat.

 

“Akan tetapi, selama ini yang kami rasakan harga jual ikan hias masih dalam kategori stabil. Masih ada margin indah disana. Ini khusus pasar luar negeri ya, karena Qian Hu sedari awal berfokus pada pasar itu,” lontar pria berambut belah pinggir itu.

 

Sementara untuk data tren ikan hias yang dikumpulkan pemerintah, kata Erwin, sebenarnya tidak begitu banyak perubahan beberapa tahun ini. Pasar ikan hias baik di dalam maupun luar negeri masih dikuasai jenis yang sama.

 

Di dunia maupun di Indonesia, proporsi jenis ikan hias yang diperdagangkan masih didominasi dari perairan tawar. Berdasarkan data yang diolah dari Ditjen PDSPKP, di 2023 dari total ekspor ikan hias Indonesia, 81,4% adalah ikan air tawar. Sisanya (18,6%) barulah ikan air laut.

 

Secara garis besar, ikan hias air tawar yang banyak diperdagangkan, antara lain; neon tetra (Paracheirodon innesi); angel fish (Pterophyllum scalare); siamese fighting fish (Betta splendens); goldfish (Carassius auratus), dan gourami (Osphronemus goramy). Juga adadiscus (Symphysodon aequifasciata), oscar (Astronotus ocellatus), tiger barb (Puntigrus trazona), danio (Danio rerio), dan arwana(Scleropages formosus).

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Aqua edisi 144/ 15 Mei - 14 Juni 2024

 
Aqua Update + Inti Akua + Cetak Update +

Artikel Lain