Johanes Hutabarat : Pengaruh Filter dalam Budidaya Nila dengan Sistem Budidaya Resirkulasi

Johanes Hutabarat : Pengaruh Filter dalam Budidaya Nila dengan Sistem Budidaya Resirkulasi

Foto: Dok. By Dini


Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan  salah satu hasil perikanan  yang  memiliki potensi  sebagai komoditas unggulan  perikanan  nasional  karena  dapat dipasarkan dalam perdagangan  domestik dan ekspor. Sehingga, perlu dipacu ketersediannya untuk mencukupi kebutuhan tersebut.

 

Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut, berbagai upaya untuk meningkatkan produki dapat diakukan. Salah satu diantaranya adalah melalui intensifikasi budidaya dengan padat tebar tinggi, pada lahan yang terbatas.

 

Selain tingginya kepadatan ikan,  pemberian  pakan buatan dalam jumlah yang  berlebih, masih sering dilakukan. Sehingga,  bila hal ini  berjalan secara berkelanjutan,  maka akibatnya limbah budidaya, seperti amonia dari hasil ekskresi dan penumpukan sisa pakan  akan bersifat toksik (racun) bagi ikan yang dibudidayakan. Kondisi ini akan berdampak  terhadap lambatnya pertumbuhan dan dapat menyebabkan tingginya kematian ikan yang dibudidayakan secara intensif.

 

Lingkungan Budidaya Optimum dengan RSA

Keberhasilan suatu usaha budidaya ikan berhubungan erat dengan kondisi lingkungan budidaya yang optimum. Hal ini untuk menjamin kelangsunan hidup dan pertumbuhan  ikan yang dibudidayakan. Untuk itu diperlukan manipulasi teknologi guna perbaikan lingkungan  budidaya  agar selalu berada pada kondisi optimum.

 

Salah satu upaya perbaikan terhadap kondisi lingkungan perairan budidaya adalah melalui aplikasi Sistem Resirkulasi Akuakultur (RSA). Tujuannya, untuk mengontrol pembuangan limbah ke lingkungan sekitar.

 

Prinsip dasar RSA adalah  kualitas air buangan limbah akan diperbaiki dan digunakan  kembali dengan menggunakan filter mekanik dan biologi. Efisiensi kerja filter dapat diketahui dari besarnya limbah organik yang dapat dihilangkan. Yakni, melalui proses nitrifikasi yang merupakan proses utama dari sistem RSA.

 

Proses nitrifikasi adalah  untuk menghilangkan amoniak dan nitrit yang bersifat toksik (racun) bagi ikan. Amonia akan dikonversi menjadi nitrit dan nitrat yang rendah daya racunnya, sehingga limbah budidaya dapat digunakan kembali.

 

Telah dilakukan kajian oleh Firdaus et al (2015) dalam penggunaan berbagai kombinasi filter; spons,arang, zeolit, dan batu bata. Filter spons digunakan sebagai standar filter fisika, berfungsi untuk mendegradasi sisa metabolisme, karena  filter spons mampu menyaring dan menahan kotoran dengan luas area spons sebesar 20 m2/g.

 

Sedang filter arang memiliki pori-pori halus yang dapat menjebak molekul-molekul polutan dalam air. Sehingga, air limbah menjadi bersih  dan bebas dari zat kimia berbahaya seperti amonia.

 

Arang kayu memiliki struktur 3D (tiga dimensi), berpori serta memiliki luas permukaan spesifik sebesar 235,37 m2/g.  Zeolit adalah alumino silikat terhidrasi silikat dari Na,K, dan Ca , yang terdiri dari kerangka 3D  dan bermuatan negatif.

 

Zeolit merupakan absorben senyawa organik dan anorganik karena kapasitas pertukaran ion yang tinggi. Luas area permukaan zeolit adalah sebesar 300 m2/g, zeolit mampu menghilangkan  amonia dari air karena pada struktur pori zeolit  terdapat ion natrium sebagai pengganti ion amonia yang diserap. Zeolit merpakan filter kimia yang dapat digunakan sebagai biofilter, dapat mendegradasikan bahan organik dan anorganik yang menempel oleh  mikroorganisme.

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Aqua edisi 139/ 15 Desember - 14 Januari 2024

 
Aqua Update + Kolom + Cetak Update +

Artikel Lain