Foto: Dok. By Dini
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan perikanan nasional karena dapat dipasarkan dalam perdagangan domestik dan ekspor. Sehingga, perlu dipacu ketersediannya untuk mencukupi kebutuhan tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut, berbagai upaya untuk meningkatkan produki dapat diakukan. Salah satu diantaranya adalah melalui intensifikasi budidaya dengan padat tebar tinggi, pada lahan yang terbatas.
Selain tingginya kepadatan ikan, pemberian pakan buatan dalam jumlah yang berlebih, masih sering dilakukan. Sehingga, bila hal ini berjalan secara berkelanjutan, maka akibatnya limbah budidaya, seperti amonia dari hasil ekskresi dan penumpukan sisa pakan akan bersifat toksik (racun) bagi ikan yang dibudidayakan. Kondisi ini akan berdampak terhadap lambatnya pertumbuhan dan dapat menyebabkan tingginya kematian ikan yang dibudidayakan secara intensif.
Lingkungan Budidaya Optimum dengan RSA
Keberhasilan suatu usaha budidaya ikan berhubungan erat dengan kondisi lingkungan budidaya yang optimum. Hal ini untuk menjamin kelangsunan hidup dan pertumbuhan ikan yang dibudidayakan. Untuk itu diperlukan manipulasi teknologi guna perbaikan lingkungan budidaya agar selalu berada pada kondisi optimum.
Salah satu upaya perbaikan terhadap kondisi lingkungan perairan budidaya adalah melalui aplikasi Sistem Resirkulasi Akuakultur (RSA). Tujuannya, untuk mengontrol pembuangan limbah ke lingkungan sekitar.
Prinsip dasar RSA adalah kualitas air buangan limbah akan diperbaiki dan digunakan kembali dengan menggunakan filter mekanik dan biologi. Efisiensi kerja filter dapat diketahui dari besarnya limbah organik yang dapat dihilangkan. Yakni, melalui proses nitrifikasi yang merupakan proses utama dari sistem RSA.
Proses nitrifikasi adalah untuk menghilangkan amoniak dan nitrit yang bersifat toksik (racun) bagi ikan. Amonia akan dikonversi menjadi nitrit dan nitrat yang rendah daya racunnya, sehingga limbah budidaya dapat digunakan kembali.
Telah dilakukan kajian oleh Firdaus et al (2015) dalam penggunaan berbagai kombinasi filter; spons,arang, zeolit, dan batu bata. Filter spons digunakan sebagai standar filter fisika, berfungsi untuk mendegradasi sisa metabolisme, karena filter spons mampu menyaring dan menahan kotoran dengan luas area spons sebesar 20 m2/g.
Sedang filter arang memiliki pori-pori halus yang dapat menjebak molekul-molekul polutan dalam air. Sehingga, air limbah menjadi bersih dan bebas dari zat kimia berbahaya seperti amonia.
Arang kayu memiliki struktur 3D (tiga dimensi), berpori serta memiliki luas permukaan spesifik sebesar 235,37 m2/g. Zeolit adalah alumino silikat terhidrasi silikat dari Na,K, dan Ca , yang terdiri dari kerangka 3D dan bermuatan negatif.
Zeolit merupakan absorben senyawa organik dan anorganik karena kapasitas pertukaran ion yang tinggi. Luas area permukaan zeolit adalah sebesar 300 m2/g, zeolit mampu menghilangkan amonia dari air karena pada struktur pori zeolit terdapat ion natrium sebagai pengganti ion amonia yang diserap. Zeolit merpakan filter kimia yang dapat digunakan sebagai biofilter, dapat mendegradasikan bahan organik dan anorganik yang menempel oleh mikroorganisme.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Aqua edisi 139/ 15 Desember - 14 Januari 2024