Achmad Poernomo: Memperkuat UMKM Perikanan

Achmad Poernomo: Memperkuat UMKM Perikanan

Foto: 


Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) diakui telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Menurut Siaran Pers Kemenko Perekonomian (Oktober 2022) , jumlah UMKM sangat besar yaitu mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Kontribusi UMKM terhadap PDB  mencapai 60,5%, dan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional. 
 
Tidak hanya di Indonesia, pertemuan negara-negara G-20 dalam Pertemuan Tingkat Menteri Bidang Pembangunan G20 2022, di Kampong Kecit, Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, juga mengakui bahwa UMKM menjadi tuan rumah pelaku ekonomi yang sangat dilindungi di negara masing-masing (KOMPAS, 9 September 2022).
 
Jumlah UMKM di Indonesia tercatat sekitar 65,5 juta (terbanyak di kawasan ASEAN). Dari jumlah tersebut, 3,9 juta di antaranya bergerak di bidang makanan dan minuman. Untuk perikanan, jumlah Unit Pengolah Ikan (UPI) mikro kecil adalah  62.389 unit, sedangkan jumlah UPI menengah besar sesuai data Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (DJ-PDSPKP) sekitar 1.619 unit.
 
Sejumlah persoalan menghadang UMKM perikanan untuk meningkatkan kinerjanya. Persoalan pembiayaan atau permodalan sudah menjadi cerita klasik yang selalu didengungkan bila membicarakan UMKM. Masalah lain yang sering muncul antara lain kapasitas SDM, penguasaan teknologi dan peralatan produksi, dan pemasaran. Di dalam era dijital ini, maka kemampuan pemanfaatan platform lokapasar menjadi tantangan tersendiri. Presiden mentargetkan 30 juta UMKM “go digital” pada 2024. 
 
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui DJ-PDSPKP telah menyusun  strategi untuk mengerek kelas UMKM Perikanan. Strategi tersebut menyasar pada aspek pembiayaan, produksi, tata Kelola, sistem informasi dan akses pasar, jaminan mutu dan keamanan pangan, serta logistik. Hal ini diungkapkan oleh Plt. Dirjen PDS, pada acara Bincang Bahari Edisi 3 yang bertajuk UMKM Thrive: Saatnya UMKM Kelautan Perikanan Naik Kelas di Kantor KKP Jakarta, Jumat (3/3/2023).  
 
Kelima aspek tersebut sejatinya menggambarkan persoalan yang dihadapi oleh UMKM perikanan. Namun karena keterbatasan halaman, artikel ini hanya akan membahas satu aspek yaitu jaminan mutu dan keamanan pangan produk perikanan. Aspek ini tidak saja penting bagi peningkatan kinerja usaha UMKM, namun juga bagi masyarakat dan konsumen karena berkaitan erat dengan kesehatan.
 
Menurut Undang-undang no 18 tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah no 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, setiap pangan yang diedarkan di wilayah NKRI yang diproduksi di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan berlabel wajib terdaftar dan memiliki ijin edar. Instansi yang dberi kewenangan dalam melakukan pendaftaran atau mengeluarkan ijin edar adalah Kementerian Pertanian, KKP, dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), sesuai dengan asal dan jenis produk pangan.
 
Terdapat 2 rejim peraturan terkait mutu dan keamanan pangan serta ijin peredarannya, yang berlaku bagi produk olahan ikan, yaitu Sertifikat Good Manufacturing Practices atau dulu dikenal dengan nama Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yang diterbitkan oleh KKP dan Sertifikat Ijin Edar oleh BPOM.
 
Selanjutnya BPOM membagi ijin edar menjadi dua yaitu untuk produksi dalam negeri (MD) atau luar negeri (ML) dan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Yang terakhir ini mempunyai persayaratan yang lebih sederhana dibandingkan persyaratan MD/ML dan penerbitannya sudah didelegasikan oleh BPOM kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. 
 
Untuk  penerbitan SPP-IRT, telah disusun kriteria dan daftar produk pangan industri rumah tangga, termasuk yang berasal dari ikan. Produk olahan ikan yang masuk dalam kategori ini adalah Abon, Ikan kering, Ikan asin, Ikan asap, Keripik ikan, Udang kering (Ebi), Terasi kering, Ikan goreng, Dendeng ikan, Rendang ikan, Serundeng ikan dan Keripik bekicot. Produk tersebut boleh diproduksi di tempat tinggal secara manual hingga semi otomatis
 
Persyaratan memperoleh SPP-IRTpun cukup sederhana dan sangat berpihak kepada UMKM, yaitu: memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan; sarana produksi memenuhi syarat; dan label pangan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Kesemuanya tidak terlalu sulit bagi UMKM untuk memenuhinya, walau terkadang memerlukan bimbingan dari petugas pembina mutu di lapangan. Penerbitan Peraturan Kepala BPOM tentang SPP-IRT salah satunya didasarkan kepada risiko keamanan pangan produk dan dalam rangka memberi kemudahan bagi industri rumah tangga, terutama terkait dengan ijin edar. 
 
Melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan, KKP telah membuat kategori risiko (rendah, sedang dan tinggi) produk olahan ikan yang dikelompokkan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Daftar ini digunakan sebagai standar kegiatan usaha dan produk. 
 
Untuk semua kategori, SKP (atau sekarang disebut Sertifikat GMP) adalah salah satu sertifikat yang dipersyaratkan.  Dalam rangkaian proses sertifikasi GMP, KKP mendelegasikan kewenangan pembinaan kepada Dinas Kabupaten/Kota untuk UMK berkategori risiko produk rendah dan sedang,  Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi untuk skala usaha menengah dan besar dengan kategori risiko produk rendah dan sedang, dan oleh KKP untuk usaha dengan kategori risiko tinggi. Penerbitan Sertifikat GMP tetap dilakukan oleh KKP.
 
Selain produk IRT seperti di atas, diperlukan ijin edar produk olahan pangan dari BPOM yang di dalam penomerannya diberikan kode MD (produk dalam negeri) atau ML (produk impor). Salah satu persyaratan untuk mendapat ijin edar ini adalah memenuhi persyaratan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) yang pada dasarnya sama dengan Sertifikasi Good Manufacturing Product yang dikeluarkan oleh KKP.
 
Mencermati uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengedarkan produknya di dalam negeri, maka UMK atau IRT perikanan setidaknya memerlukan 2 sertifikat, yaitu Sertifikat GMP dari KKP dan SPP-IRT dari BPOM. Sedangkan untuk non UMK atau non IRT dengan produk yang dianggap berisiko lebih tinggi, diperlukan sertifikat GMP dari KKP dan Sertifikat CPPOB dari BPOM. Semua persyaratan untuk mendapatkan SPP-IRT, GMP dan CPPOB sebenarnya hampir sama, namun lebih disederhanakan bila untuk IRT.
 
Dengan demikian, bisa dirasakan apa yang harus dipenuhi oleh UMKM untuk mengedarkan produknya di dalam negeri sendiri. Bukan saja berbelit dalam beberapa hal, namun juga harus “menghadapi” dua instansi untuk memenuhi persyaratan yang pada dasarnya sama. Betul Pemerintah Pusat telah menyederhanakan perijinan dengan mendelegasikan kewenangan ke Propinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk juga pembinaan agar UMKM dapat semakin mudah dalam memenuhi persyaratan, namun kalau dapat dipermudah lagi kenapa tidak? Contoh konkritnya sebagaimana diuraikan di bawah ini. 
 
Untuk memfasilitasi UMK Perikanan, apabila ia telah mendapatkan SPP-IRT, maka ia harus dianggap sudah memenuhi syarat keamanan pangan dan sertifikat ini diakui pula oleh KKP sebagai sertifikat GMP. Atau sebalik GMP dari KKP dianggap memenuhi bagi BPOM untuk menerbitkan SPP-IRT sebagai surat ijin edar produk IRT. Dengan demikian, jenis sertifikat yang akan diambil merupakan pilihan sukarela bagi UMK, dengan mempertimbangkan kemudahan (atau kesulitan) yang dihadapinya, termasuk biaya. 
 
Sedangkan untuk Usaha Menengah (dan Besar) Perikanan diperlukan dua sertifikat untuk dapat memproduksi dan mengedarkan produknya, yaitu Sertifikat GMP (dari KKP untuk produksi dan perijinan lainnya) dan Sertifikat CPPOB (untuk ijin edar). Kedua sertifikat tersebut pada dasarnya prinsipnya sama, walaupun mungkin cara penilaiannya agak berbeda. Maka, sudah selayaknya, produk yang sudah mendapatkan Sertifikat GMP dari KKP dimudahkan untuk mendapatkan ijin edar (MD), dan sebaliknya produk yang sudah mendapatkan sertifikat CPPOB tidak perlu lagi dilengkapi Sertifikat GMP.
 
Dengan berpegang kepada semangat memberikan kemudahan kepada pelaku usaha perikanan, utamanya UMKM, maka sudah sepatutnya kedua insitusi ini, KKP dan BPOM duduk bersama untuk membuka jalan bagi perkuatan UMKM. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat nota kesepahaman atau sejenisnya untuk saling mengakui dan menyetarakan sertifikat masing-masing (Mutual Recognition).
 
Apabila ini terlaksana, maka UMKM akan tersenyum dan bersyukur atas kebijakan ini. KKP juga akan terbantu, mengingat jumlah UMKM perikanan sangat banyak, dan konon jumlah yang sudah tersertifikasi SKP (GMP) masih sedikit, bahkan konon target sertifikasi tahunan tidak pernah tercapai. Semoga UMKM Thrive: Saatnya UMKM Kelautan Perikanan Naik Kelas dapat segera tercapai dan bukan hanya sekedar seremoni belaka.
 
*Bagian satu dari dua tulisan
**Tenaga Ahli pada Smart Fish-2 Project
 

 
Aqua Update + Kolom + Cetak Update +

Artikel Lain