Foto:
Berbagai sumber menyebut, pengembangan hilirisasi rumput laut dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Dilansir dalam beberapa sumber, proses produksi rumput laut yang berlangsung hanya 35-40 hari per siklus sepanjang tahun diharapkan akan membuka lebih banyak peluang kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah pesisir, di mana sekitar 62 % penduduk tinggal. Tingginya angka kemiskinan dan stunting di wilayah ini juga menjadi alasan penting untuk mengoptimalkan potensi rumput laut.
Selain itu, perlu didorong waktu produksi rumput laut dapat dipersingkat dari rata-rata 40 hari menjadi 30 hari. Dengan pengurangan waktu panen ini, produksi rumput laut diperkirakan akan meningkat, memberikan manfaat yang lebih besar bagi perekonomian masyarakat pesisir.
Dalam hal ini Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mendorong petani rumput laut dengan menggunakan bibit rumput laut hasil budidaya kultur jaringan (Kuljar). Kepala BPBL Lombok, Wawan C Ashuri mengatakan Keunggulan bibit rumput laut kuljar dibandingkan dengan bibit rumput laut konvensional, lanjut Wawan diantaranya tumbuh lebih cepat, serta memiliki kandungan karagenan lebih tinggi. Bibit rumput laut kuljar dikembangkan dengan metode embriogenesis somatik.
“Harapannya penggunaan bibit rumput kuljar dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas rumput laut pembudidaya di NTT, agar meningkatkan daya saing produknya, sehingga bisa terserap cepat di pasar. Bantuan 1 ton bibit rumput laut kultur jaringan dari kami, dapat digunakan untuk 5 kali siklus tanam atau bisa dipakai hingga setahun. 1 ton bibit rumput laut bisa menghasilkan sekitar 20 ton rumput laut basah atau 2,5 ton rumput laut kering, apabila dibudidayakan sesuai dengan cara budidaya yang sesuai standar,” tandas Wawan.
Inovasi Teknologi
Di bidang perawatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberikan dukungan dana kepada startup untuk mengembangkan teknologi Jaring Alga (Jaga) yang dirancang untuk meningkatkan budidaya rumput laut. Salah satu masalah utama dalam budi daya rumput laut adalah serangan hama dari ikan herbivora dan penyu.
Menurut BRIN, metode budidaya rumput laut yang saat ini digunakan oleh masyarakat umumnya masih sangat sederhana. Biasanya, mereka menggunakan tali bentangan atau longline semi terbuka, yang memungkinkan ikan dan penyu untuk mengakses dan memakan rumput laut. Inovasi seperti teknologi Jaga diharapkan dapat mengatasi masalah ini dan meningkatkan efektivitas serta keberlanjutan budidaya rumput laut.
Komisaris CV Cipta Inovasi Perkasa, Muhammad Ridha Jamil, menjelaskan bahwa meskipun ikan tidak mengkonsumsi seluruh rumput laut, sebagian dari rumput laut yang patah dapat jatuh ke laut dan mengurangi produksi secara keseluruhan. Selain itu, Ridha menambahkan bahwa penempelan tumbuhan pelekat pada thallus rumput laut juga menjadi masalah utama, membuat rumput laut tampak kotor dan mengganggu pertumbuhannya.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Aqua edisi 149/ 15 Oktober - 15 November 2024