Waspada Ikan Hias Malah Invasif

Waspada Ikan Hias Malah Invasif

Foto: Istimewa


Sosialisasi harus sering dikumandangkan untuk menyebarkan informasi dalam aturan penyebarluasan ikan invasif di perairan

 

Baru-baru ini di Jogjakarta diskusi maraknya ikan invasif, salah satunya ikan hias invasif, ditakutkan menjadi wabah yang membahayakan lingkungan. Ikan invasif sendiri, tutur Himawan Ahmad, Pengendali Hama Penyakit Ikan Ahli Muda Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan DIY, sebenarnya bukan hanya ikan asing tapi juga bisa ikan asli, yang bisa mengkolonisasi suatu habitat.

 

“Kemudian menyebabkan kerugian, baiksecara ekologi, ekonomi, kemudian juga secara lingkungan, dan misalnya menekan populasi ikan lain. Kalau ikan asing sendiriitu adalah jenis ikan yang diintroduksi dari luar habitat aslinya ke habitat yang baru. Sedangkan ikan asli, ya hidup di habitat asli tersebut,” terangnya dalam diskusi ‘Bincang Special’ oleh Starjogja FM dan Balai Karantina Hewan,ikan dan tumbuhan DIY baru-baru ini.

 

Dan kedua ikan itu, sebut Himawan-sapaan akrabnya, bisa menyebabkan keinvasifan. Bisa jadi karena misalkan keseimbangan ekosistemnya terganggu, sehingga ikan tersebut berkembang lebih dari yang seharusnya dan menyebabkan keinvasifan bagi populasi ikan lain.

 

“Kemudian ada lagi istilahnya, ikan berbahaya dan merugikan. Nah itu jenis ikan berbahaya adalah jenis-jenis ikan yang bisa bersifat parasit, kemudian mengandung racun yang juga dapat bahkan dapat membahayakan manusia atau keselamatan masyarakat. Selanjutnya, untuk merugikan itu sama definisinya seperti ikan berbahaya, tapi kemudian juga dapat menekan populasi ikan lain. Makanya ikan berbahaya dan ikan merugikan itu hampir-hampir sama,” beber Himawan.

 

Aturan di DIY

Sebenarnya setiap jenis ikan itu berpotensi untuk bisa menjadi invasif, sebut Himawan. Tapi kemudian dari sekian banyak jenis ikan, ada jenis-jenis yang kemudian oleh pemerintah ditetapkan sebagai jenis-jenis yang yang dilarang untuk dibudidayakan.

 

“Ketika dimasukkan ke wilayah negara Republik Indonesia ada namanya Peraturan Menteri Kelautan Perikanan (Permen KP) nomor 19 tahun 2020 tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran, dan Pengeluaran Jenis Ikan yang Membahayakan dan/atau Merugikan ke dalam dan dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Dalam permin ini mengatur sekitar 76 jenis ikan yang dilarang untuk dimasukkan, dibudidayakan, dipelihara, dan diperdagangkan,” urai Himawan.

 

Ujar Himawan, untuk saat ini dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan, baik dari akademisi maupun juga badan, di berbagai perairan khususnya, di Jogja ini sudah terintroduksi jenis-jenis ikan-ikan invasif yang bahkan juga sebenarnya dilarang di permen KP 19 tahun 2020 tersebut.

 

“Jadi di Waduk Sermo itu merebak populasi ikan red devil, yang juga ternyata ditemukan di sungai-sungai di baik itu di Bantul, Sleman, dan sebagainya. Ada lagi jaguar cichlid cukup banyak ditemukan di perairan kita, convict cichlid itu juga ditemukan di perairan,” tambah Himawan.

 

Dia kemudian memaparkan, awalnya ikan-ikan invasif dimasukkan ke negara sebagai ikan hias. Bisa jadi karena diselundukkan dan sebagainya, jadi masuk lewat kegiatan ilegal.

 

“Kemudian juga pengawasan dan pengendaliannya dulu bisa belum terlalu ketat, sehingga orang masih banyak membudidayakan. Sayangnya, dari sisi pengetahuan, kesadaran, kemudian juga tanggung jawab masyarakat ini masih kurang. Sehingga pada saat mereka bosan untuk memelihara, akhirnya terus dilepas ke perairan, malah jadi ada efek enggak baik untuk ikan lokal,” beber Himawan.

 

Dikarenakan, ikan-ikan invasif ini rata-rata cichlid dari Afrika yang punya ketahanan hidup cukup tinggi, serta daya reproduksinya cukup tinggi. Makanya, imbuh Himawan, ikan-ikan lokal seperti tawes, nilem, dsb itu kalah kompetisi.

 

Dampak Jangka Pendek dan Panjang

Dampak ikan invasif, tambah Himawan, tidak hanya jangka pendek, tapi juga ditakutkan dalam jangka panjang. Karena dikahawatirkan akan menghabiskan populasi atau menekan populasi ikan asli di perairan. Yang sebenarnya bisa jadi ikan-ikan asli itu suatu saat bisa menjadi pendorong ekonomi dari masyarakat.

 

“Misalkan di Sulawesi itu ada jenis-jenis ikan gobi yang selama ini di pasaran domestik itu tidak terlalu diperhitungkan. Tapi pada saat dia masuk ke pasaran internasional itu harganya satu ekor itu 10 dolar. Sedangkan berbagai perairan di sana itu ternyata juga saat ini sayangnya sudah banyak terintroduksi ikan-ikan invasif seperti red devil dan sebagainya,” ungkap Himawan.

 

Belum lagi efek ke masyarakatnya. “Contoh saja, pernah ditemukan pada 2017 itu ikan aligator di  Sungai Winongo. Kita ketahui ikan aligator giginya runcing dan dia sebenarnya cenderung untuk tidak menyerang. Tapi apabila ada yang mendekat, dan kalau dia sudah terdesak tentu bisa menyerang. Hal ini tentu sangat membahayakan sekali buat masyarakat yang memanfaatkan sunga. Apalagi kalau ada anak-anak yang sedang berenang dan sebagainya,” wanti-wanti Himawan.

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Aqua edisi 144/ 15 Mei - 14 Juni 2024

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Aqua edisi 144/ 15 Mei - 14 Juni 2024

 
Aqua Update + Hobi + Cetak Update +

Artikel Lain