Bijak Dalami Titik Kritis Lele Bioflok

Bijak Dalami Titik Kritis Lele Bioflok

Foto: Dok. TROBOS


Budidaya lele (Clarias sp) sistem bioflok menjanjikan hasil panen lebih melimpah, efisiensi pakan dan air sekalipun dengan beban kepadatan tebar yang sangat tinggi. Namun di balik itu, pembudidaya harus jeli memetakan dan mengantisipasi titik kritis dari budidaya lele sistem bioflok ini.
 
Ketua Tim Bantuan Bioflok dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi-Jawa Barat, Dasu Rohmana menyatakan, budidaya ikan sistem bioflok merupakan perbaikan teknologi dari sistem probiotik. Berkembang di 2005-an pada komoditas nila dan udang vannamei. Tambak swasta di Lampung sudah menerapkan teknologi ini pada awal berkembangnya teknologi ini, dengan tambak-tambak terpal. 
 
“Adopsi sistem bioflok untuk komoditas ikan lele dan nila di Indonesia mulai dilakukan sekitar 2010. Prinsip budidaya bioflok adalah pemanfaatan limbah dari aktivitas budidaya (sisa pakan, feses, buangan metabolisme) menjadi pakan yang bernutrisi,” ujar dia. 
 
Dengan demikian, lanjut dia, limbah organik dapat dimanfaatkan ulang dengan bantuan bakteri probiotik, sehingga kualitas air juga akan terjaga tetap baik. Budidaya bioflok memiliki 2 manfaat penting. Yaitu kualitas air terjaga dengan  minimal pergantian air, sehingga semakin mengefisienkan biaya produksi. Selain itu konversi pakan (feed conversion ratio, FCR) akan rendah karena ikan mendapatkan tambahan pakan berupa bioflok.
 
Flashback Bioflok
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendefinisikan bioflok adalah kumpulan bahan organik hidup dan mati serta pemakan bakteri yang didominasi bakteri heterotrof selain fitoplankton. Dapat juga didefinisikan sebagai kumpulan dari berbagai organisme (bakteri, jamur, alga, protozoa, cacing, dll) yang tergabung dalam gumpalan (flok). 
 
Sedangkan teknologi bioflok adalah teknik menumbuhkan bakteri heterotrof dalam kolam budidaya dengan tujuan untuk memanfaatkan limbah nitrogen(amonia) menjadi pakan berprotein tinggi dengan menambahkan sumber karbon untuk meningkatkan rasio karbon dengan nitrogen (rasio C/N). Teknologi bioflok pada awalnya merupakan adopsi dari teknologi pengolahan limbah lumpur aktif secara biologi dengan melibatkan aktivitas mikroorganisme (seperti bakteri).
 
KKP juga merekomendasikan sebelum kolam diisi air, kolam terlebih dahulu dibersihkan/disterilisasi. Bila perlu dilakukan pengeringan dan desinfeksi dengan menggunakan kaporit 10%. Selanjutnya sebelum benih ditebar, air kolam harus diberi perlakuan khusus untuk merangsang tumbuhnya flok. 
 
Caranya, masukkan kapur tohor 100 gr per m3. Dapat juga diganti dengan kapur pertanian (kaptan) atau dolomit dengan dosis 200 gr per m3. Masukkan pula garam krosok (non-iodium)  dengan dosis 3 kg per m air. Selanjutnya perlu ditambahkan probiotik 5 cc per m3. 
 
Jenis probiotik yang digunakan adalah bakteri heterotrof antara lain Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus megaterium, dan Bacillus polymyxa. Molase (tetes tebu) dituangkan sebanyak 100 cc per m3, dapat diganti dengan gula pasir 75 gr per m3 . Setelah itu air dibiarkan selama 7 hari, sampai air terlihat berubah warna atau terasa lebih licin, sebagai tanda kolam siap ditebar benih.
 
Air kolam harus selalu diaduk menggunakan blower, dengan spesifikasi 100 Watt untuk 6 unit kolam untuk menjaga kualitas air. Bahan-bahan organik yang teraduk dengan rata akan terurai secara aerobik. 
 
Pengadukan juga meningkatkan oksigen terlarut (DO) dan membuang gas karbondioksida (CO2) untuk mengurangi penurunan pH dan alkalinitas air. Pengadukan dan aerasi harus tetap terjaga selama pemeliharaan. Tanpa aerasi akan terjadi  perombakan jasad plankton yang mati akibat dari kandungan oksigen yang rendah dan amoniak yang tinggi. Pengadukan dan aerasi ini juga sangat diperlukan untuk menjaga flok agar tetap tersuspensi di dalam air.
 
Manajemen Kolam
Pembudidaya ikan asal Purwakarta-Jawa Barat, Prima Eka Putra menyatakan, menerapkan SOP pemeliharaan dengan sistem NP (nursery pond). Tujuan utamanya adalah untuk karantina, meminimalkan jumlah benih jelek, dan mencegah kematian masal akibat infeksi. 
 
“Sebelum masuk sistem bioflok, benih lele dimasukkan ke satu kolam bundar diameter 3 m yang sangat padat sekitar 10.000 ekor /m3. Benih disortir (grading) pada umur 2 pekan atau berukuran sekitar 4-6 dan 6-8 cm, agar benih lebih seragam ukurannya,” ungkap pembudidaya yang memulai usahanya pada 2022 itu. 
Usai disortir, lele dibagi ke kolam – kolam dengan diameter 3 m masing-masing diisi 1.500 ekor. Grading dan penjarangan kepadatan ini untuk mengurangi kanibalisme. Pada umur 4 pekan atau sekitar ukuran 10-12 cm benih sudah siap untuk masuk fase hidup dalam media bioflok.
 
“Bentuk kolam yang cocok untuk budidaya lele bioflok adalah berbentuk bundar atau persegi tetapi tidak bersudut / bagian sudut dibuat berbentuk busur. Kolam dapat dibuat dari semen atau terpal,” ungkap Prima. Kolam bundar yang dikombinasi bioflok dapat meningkatkan padat tebar sampai 1.000 ekor/m3 . Setara target panen 2-3 kuintal per kolam.
 
Sejak menekuni budidaya lele, Prima mengaku langsung menerapkan sistem bioflok. Didorong keinginan memanfaatkan sumber air dan lahan yang minim. Bioflok memungkinkan untuk menebar benih dengan kepadatan tinggi dan minim penggunaan air. Selain itu, kualitas air lebih terjaga, keasaman / pH air lebih stabil, limbah dalam kolam jadi sedikit, menekan efisiensi pakan, daging tidak berbau lumpur, dan ikan tidak mudah sakit. 
 
Sohiri - pengelola unit budidaya lele Pondok Pesantren Nurul Huda, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan-Lampung menerangkan kolam yang dia gunakan berangka dinding kawat besi dengan alas / pondasi dari beton. Dinding dan dasar kolam dilapisi plastik HDPE (high density polyethylene). “Kelihatannya konstruksi ini kuat dan cocok untuk budidaya lele probiotik. Bagian atas area kolam diberi atap transparan dan untuk mengurangi terpaan sinar matahari diberi waring, untuk mengurangi fluktuasi suhu,” urai dia.
 
Prima menguraikan, ada 3 mazhab dalam pengelolaan media / air kolam budidaya. Pertama mazhab autotrof, yang memberikan kesempatan kepada mikroorganisme yang membuat makannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari atau yang disebut fotosintesis. Sehingga kebanyakan bioflok yang menggunakan mazhab autotrof warna air akan didominasi oleh alga. 
 
Kedua, mazhab heterotrof, Mazhab ini menggunakan bakteri yang tidak bisa membuat makanannya sendiri. Bakterinya akan melakukan proses nitrifikasi, mengurai amonia menjadi makanannya. Sedangkan mazhab mixotrof menggabungkan kedua mazhab tersebut. 
 
Sohiri menerangkan tahapan atau SOP (standard operation procedure) budidaya lele bioflok yang dia jalani, dimulai dari air sumur bor dimasukan ke kolam yang sebelumnya sudah dibersihkan dari kotoran pada siklus sebelumnya. Lalu ditabur air garam netral untuk sterilisasi. Air dibiarkan selama seminggu untuk menumbuhkan kutu air dan jentik-jentik nyamuk. Jika kutu air dan jentik-jentik  belum banyak maka waktu persiapan ditambah lagi. 
 
Setelah itu baru dimasukkan bibit dan dibiarkan makan kutu air dan jentik-jentik nyamuk selama dua hari, selanjutnya baru diberi pakan khusus untuk benih (pakan pabrik).  Aerator pun dihidupkan sejak penebaran bibit hingga ikan panen. Namun jika ikan sudah besar, aerator hanya digunakan jika ikan banyak di permukaan, yang menandakan kekurangan oksigen.
 
Probiotik
Susilo Hartoko, Ketua Bidang Lele Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) dan pembudidaya lele Jawa Barat menggunakan 3 jenis probiotik untuk pada budidaya lele biofloknya. Yaitu probiotik untuk air kolam, probiotik pakan dan tambah satu dia racik sendiri dan dijulukinya probiotik ‘swat’. Swat berfungsi menetralkan asam dalam kolam sebelum ditebari benih. Terlebih pada kolam tanpa atap, sehingga berisiko terguyur air hujan yang cenderung asam. Setelah  netral, probiotik dimasukkan. Air kolam didiamkan beberapa waktu agar bakteri tumbuh, setelah itu baru diaduk Jika ada lele yang terserang penyakit, maka probiotik swat kembali diberikan untuk membantu kesembuhan.
 
Sohiri mengaku menggunakan probiotik komersil berbentuk cair. Cara aplikasinya ambil probiotik sebanyak satu tutup botol kemasannya, dicampur dengan 1 liter air. Setelah diaduk rata, lalu disemprotkan ke pakan yang akan ditebar. Kemudian pakan diangin-anginkan 30 menit baru ditebar ke kolam. Selain itu, dia juga memakai vitamin booster yang aplikasinya sama dengan probiotik pakan.
 
Efisiensi Pakan dan Produktivitas
Berbicara pakan pelet dalam bioflok lele, General Manager Formulator Aquafeed, PT Leong Hup Jayaindo, Parsiholan Effendy Naiborhu menyebut, biasanya pembudidaya lele sistem bioflok tidak menuntut spek pakan khusus. Dia mengamati, secara umum, customer produknya banyak menggunakan pakan pelet lele apung.
 
“Karena kalau terapung, manajemen kualitas air jauh lebih gampang. Kalau pakan terapung kalau tidak termakan, pelet masih ngapung di atas, kalau lele lapar lagi, pelet dimakan lagi. Jadi bisa dibilang pakan apung itu bisa hampir 100% termakan, sehingga tidak jadi waste. Kalau pakan tenggelam, jika kasih berlebih (makan), pelet tenggelam dan hancur sehingga bisa mengganggu kualitas air,” ucapnya. 
 
Sementara untuk bioflok ini, yang harus diperhatikan, terang Sihol-sapaan akrabnya, kembali kepada tujuan budidaya. Yang mana, terang Sihol-sapaan akrabnya, bioflok pergantian air sangat minim, tapi kualitas air harus tetap terjaga dengan baik. 
 
“Makanya, pembudidaya harus concern bagaimana kualitas airnya bisa terjaga dengan baik. Oleh karena itu, pakan sebaiknya memiliki daya cerna bagus sehingga efisien, dan baiknya di dalam pakan tersebut juga diberikan feed aditif yang bisa men-support kesehatan ikan. Karena dengan air yang sangat terbatas, cocoknya pakan ini support kekebalan ikannya,” papar Sihol.
 
Efisiensi pakan juga diamini Prima. Dia mengatakan sistem bioflok dapat menekan efisiensi pakan lele karena sesuai dengan konsep bioflok, selama proses budidaya akan terbentuk flok dalam kolam. Flok menjadi pakan alami tambahan bagi lele. Awal mulanya flok terbentuk dari bahan organik yang ditambahkan pada persiapan kolam, selanjutnya juga terbentuk dari penguraian sisa pakan dan sisa metabolisme (feses) oleh bakteri baik, sehingga budidaya menjadi lebih efisien pakan. 
 
Susilo mengaku mendapatkan konversi pakan (feed conversion ratio, FCR) rata-rata 0,9 lah. Baginya, angka itu sudah lumayan karena kepadatan tebar juga jauh lebih tinggi. “Istilahnya, dibantu dengan pakan hasil dekomposisi bahan organik kolam oleh bakteri. Jadinya lele ibarat ngemil, terus badannya jadi gede,” dia mengungkapkan. 
 
Kepadatan tebar yang dapat disetel melalui perlakuan manajemen bioflok ini menurut dia menjanjikan produksi dan produktivitas yang tinggi. Kepadatan tebar yang tinggi dapat diraih dengan selisih upaya manajemen bioflok dan aerasi yang masih masuk akal baginya. Sehingga bisa disebut, dengan perlakuan yang tidak begitu banyak perbedaan, lebih baik menebar dengan kepadatan tinggi daripada menebar dengan kepadatan lebih rendah.  
 
“Misalnya kita memelihara dari 500 ekor/m3 1.000 ek/m3, atau 1.500 ekor/m3. Kalau ternyata perlakuannya hampir sama, dengan teknologi intensifikasi bioflok yang tidak jauh berbeda, pasti saya pilih yang kepadatan 1.500 ekor/m3. Karena dengan waktu pembesaran yang sama – misalnya 2,5 bulan, luas kolam yang sama, namun panen lebih banyak,” paparnya.
 
Ekonomi Bioflok
Prima memaparkan gambaran analisis usaha budidaya lele bioflok. Harga benih lele per ekor adalah Rp. 160,-, Setiap kolam diameter 3 meter (D3) yang tonase air didalamnya mencapai 5 ton dapat di tebar dengan 5.000 ekor lele. Biaya pembelian benih lele total Rp 800.000,-. Kemudian belanja bahan bioflok sekitar Rp 30.000,-. Kebutuhan pakan satu siklus sebanyak 100 kg dengan harga @30kg/sak, seharga Rp 360.000,-. Sehingga total biaya pakan Rp 1.200.000,-. Biaya listrik selama satu siklus atau selama 2 bulan pembesaran adalah Rp 1.000.000,-. Maka total pengeluaran adalah Rp 3.030.000,-
 
Dia mengasumsikan survival rate (SR) sebesar 85% sehingga dari 5.000 ekor lele yang ditebar dapat dipanen 4.250 ekor. Dengan target panen 125 gram/ekor maka didapatkan tonase panen sebesar 531,250 kg.  Harga jual lele sekitar Rp 20.000,- perkg, maka hasil penjualan panen lele Rp 20.000,- X 531,250 = Rp. 10.625.000,-. Sehingga, keuntungan rata-rata persiklus yang diraup Prima sebesar Rp. 10.625.000 – Rp. 3.030.000,- = Rp. 7.595.000,-.
 
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Aqua edisi 134/15 Juli - 14 Agustus 2023
 

 
Aqua Update + Inti Akua + Cetak Update +

Artikel Lain