AHPND Masih Mendominasi, Lakukan Pengecekan Dini

Untuk mencegah terjadinya outbreak, petambak diminta untuk melakukan pengecekan lebih dini sehingga peluang udang diselamatkan lebih besar.
AHPND Masih Mendominasi, Lakukan Pengecekan Dini

Nekrosis hepatopankreas akut (Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease-AHPND) masih mendominasi penyakit udang di sejumlah sentra tambak udang di Indonesia pada 2025, sementara WSSV sudah turun dan IMNV juga ada tren turun. Sidrotun Naim, Ahli Penyakit Udang dari Lab CeKolam menyebutkan, pada 2023 serangan AHPND masih sangat mendominasi di berbagai wilayah.

Namun rate kematian sudah cukup menurun dibanding 2020 saat awal kemunculan AHPND. Persoalannya, kemudian muncul co-infection diawali dari beberapa kasus AHPND di DOC awal dan kemudian IMNV di DOC di atas 30 hari.

“Secara umum dari 2023 hingga 2024 ada kenaikan persentase positif hampir di semua jenis sampel yang diperiksa lab CeKolam karena pengaruh tingginya padat tebar rata-rata petambak dan juga tingginya penyebaran penyakit di berbagai wilayah terutama dari sumberdaya yang digunakan yaitu air. Di samping itu, faktor cuaca memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada penyebaran penyakit,” ujar Naim dalam diskusi yang digelar Forum Komunikasi Praktisi Akuakultur (FKPA) di Hotel Emersia, Bandarlampung-Lampung, beberapa waktu lalu.

Disebutkannya, adapun positivity rate jenis sampel pada 2024, yakni pada udang 33,09%, air 11,18%, lumpur 19,9% dan lain-lain 33,33% dan benur 2,5%. Positive rate menunjukkan jumlah sampel dengan hasil pengecekan positif terhadap total jumlah sampel pada jenis yang sama.

Khusus tahun ini, Naim menjelaskan, dari analisis sampel yang masuk ke CeKolam dari berbagai sentra udang dapat disimpulkan bahwa pada 2025 ini penyakit WSSV sudah menurun, IMNV cenderung turun dan yang dominan masih AHPND. Termasuk di Jawa Timur (Jatim) yang mengalami serangan penyakit yang lebih mengerikan di 2024. Hal ini terlihat dari tingginya kasus positif baik untuk AHPND, EHP, WSSV dan IMNV. Dan hampir bisa dikatakan merata ke berbagai wilayah.

Disebutkan Naim, pihaknya bisa mengambil kesimpulan demikian karena petambak dari Jatim rajin mengirim sampel untuk dicek, terutama dari sentra pertambakan di Banyuwangi. Naim mengakui, masih ada petambak yang berasumsi rugi melakukan cek PCR jika tidak ada gejala penyakit. Padahal justru dengan melakukan pengecekan dini petambak bisa mengantisipasi dan mencegah meluasnya penyakit sehingga kegagalan budidaya bisa dihindari sedari awal.

“Dengan diketahuinya gejala penyakit lebih awal tentu lebih mudah diatasi sehingga tidak sampai terjadi outbreak. Terutama pada DOC 20, jika sudah dilakukan pengecekan, serangan penyakit bisa diintervensi,” ia mengingatkan di depan sekitar 200-an peserta halal bihalal dan diskusi dari berbagai sentra tambak di Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Bangka.

AHPND

EHP

Khusus Enterocytozoon hepatopenaei (EHP), Naim mengungkapkan, pada kuartal keempat 2023 terjadi lonjakan kasus positif EHP di air, namun jumlah kasus positif di udang ada sedikit penurunan. Pada saat itu ketakutan akan EHP sangat tinggi, meski sebarannya masih terkonsentrasi di wilayah barat dan sedikit di timur.

“Sementara di 2024, EHP makin menjadi momok bagi semua pihak dari hatchery hingga petambak, bahkan hingga keindukan. Hal ini kemudian menjadi isu yang merebak luas karena EHP dikenal tidak mematikan tapi sangat merugikan petambak. Namun yang tidak berubah adalah trend kenaikan WSSV setiap musim hujan,” tambahnya di dalam pertemuan yang dibuka Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung Liza Derni, dan diawali dengan sambutan Ketua Umum FKPA Waiso ini.

Pada 2024 EHP sudah merata ke seluruh wilayah sehingga secara umum tren sebarannya cukup linear antara kondisi sebaran lewat udang yang terus tinggi dengan penyebaran lewat air yang juga secara umum berkisar di antara 2 -25%  dari total sampel yang masuk berstatus positif.

Khusus untuk wilayah Jatim, Naim menyebut, 80 % sampel yang diterima CeKolam dari berbagai tambak di daerah tersebut pada 2023 positif mengandung penyakit dan EHP. Namun kemudian pada 2024 terjadi penurunan, tinggal 30 % yang positif dan EHP. Penurunan tersebut terus berlangsung pada tahun ini tinggal 20 % yang positif dan EHP.

Tulisan ini sudah di tulis kembali di Majalah TROBOS Aqua edisi 156/ 15 Mei  – 15 Juni 2025

Tag:

Bagikan:

Trending

BPPA Sukamandi Mantapkan Langkah Melalui FKP 2025
BPPA Sukamandi Mantapkan Langkah Melalui FKP 2025
Semarak Aquanation 2025, Inovasi Mahasiswa Vokasi IPB Gairahkan Dunia Perikanan
Semarak Aquanation 2025, Inovasi Mahasiswa Vokasi IPB Gairahkan Dunia Perikanan
Panen Udang Tefa PKP Kupang Bersama Gubernur NTT
Panen Udang Tefa PKP Kupang Bersama Gubernur NTT
Nutrisi Fungsional, Fondasi Tangguh dan Berkelanjutan Hatchery Udang
Nutrisi Fungsional, Fondasi Tangguh dan Berkelanjutan Hatchery Udang
Adopsi Karang Bareng LDC Kupang
Adopsi Karang Bareng LDC Kupang
Scroll to Top

Tingkatkan Strategi Budidaya Anda! Baca Insight Terbaru di Trobos Aqua!