Pembudidaya di Waduk Cirata biasanya membudidayakan tiga jenis ikan, mulai dari nila, bawal, hingga patin
Meski membudidaya tiga jenis ikan air tawar, para pembudidaya di Waduk Cirata, Jawa Barat (Jabar)umumnya menggantungkan nasibnya pada ikan patin yang dibudidayakan. Mengingat jenis ikan ini tahan terhadap kondisi lingkungan dan hasilnya banyak diminati masyarakat dan menguntungkan.
“Karena kondisi lingkungan Waduk Cirata yang tak bisa diprediksi, terkadang cuacanya ekstrims, kami sangat tertolong dengan membudidaya ikan patin. Bisa dibilang, patin yang dibudidaya bersama nila dan bawal praktis tak butuh pakan pabrikan yang harganya mahal. Patin juga tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrims tersebut,” papar salah satu pembudidaya ikan di KJA Waduk Cirata, Mang Ateng.
Ateng mengatakan, patin cukup diberi pakan sisa makanan dari restoran atau ikan rucah. Tanpa pakan pabrikan, patin mampu tumbuh dengan baik. Selain itu, patin memiliki daya tahan yang kuat terhadap perubahan lingkungan. Tak seperti nila dan bawal yang mudah stres saat terjadi perubahan lingkungan yang drastis.
Kelebihan patin lainnya adalah, semakin besar ikan patin yang dibudidaya semakin banyak diminati masyarakat. Umumnya, masyarakat membeli patin ukuran 1 kg per ekor. Untuk mendapatkan ukuran 1 kg per ekor butuh waktu 8 bulan-1 tahun.
Menurutnya, membudidayakan patin ibarat ‘celengan’ atau tabungan dalam satu tahun. Artinya, jenis ikan ini hasilnya dipetik dalam jangka panjang, (1 tahun). Beda dengan nila dan bawal. Nila (merah) misalnya bisa dipanen setelah usia 4 bulan. Bawal bisa dipanen setelah usia 2 bulan. Patin rata-rata baru dipanen setelah usia 1 tahun. Ketiga jenis ikan air tawar ini bisa dibudidaya di satu KJA atau dipisah sesuai kebutuhan.
Agar kelangsungan hidupnya terjamin, budidaya patin bisa dimulai dengan benih ukuran 2 jari. Rata-rata pembudidaya di Waduk Cirata membudidayakan patin dengan benih sebanyak 10.000 ekor per KJA.
Dari proses tanam (budidaya,red) taruhlah 50 % hidup, maka kurun 1 tahun mampu menghasilkan patin antara 5-7 ton patin. Apabila harga patin Rp13 ribu per kg, maka hasilnya Rp91 juta-biaya benih dan pakan tambahan sekitar Rp21 juta, sehingga hasilnya sekitar Rp70 juta/tahun.
Selain bisa dipanen pada usia 1 tahun, patin juga bisa dipanen pada usia 5 bulan (1 kg 5 ekor). Patin juga bisa dipanen pada usia 8 bulan (1 kg 3 ekor). Artinya, patin bisa dipanen sesuai dengan permintaan pembeli. “Makin besar semakin banyak yang meminatinya. Karena, patin ini biasanya di-fillet,” ujarnya.
Kendati patin menjadi penopang hidup para pelaku usaha budidaya KJA Waduk Cirata, nila dan bawal tetap menjadi bagian penting dalam proses budidaya tersebut. Mengapa demikian? Ketiganya memiliki segmentasi pasar masing-masing. Bisa dikatakan, ketiganya saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Misalnya nila, jenis ikan air tawar ini umumnya dibudidaya mulai dari benih ukuran 2 jari. Budidaya nila di KJA bisa disatukan dengan bawal dan patin, atau tersendiri dalam satu KJA. “Kami membudidayakan nila di 2 unit KJA. Masing-masing unit dibudidaya sekitar 100 kg benih. Sehingga, untuk 2 unit ada 200 benih nila yang dibudidaya,” ujarnya.
Jenis ikan nila yang dibudidaya adalah nila merah, yang pada umur 4 bulan sudah bisa dipanen. Nila merah ini dijual dalam bentuk hidup dan mati (sudah di es). Apabila dijual hidup harganya Rp 25.000 per kg. Kalau mati harganya Rp21 ribu per kg.
Ateng mengatakan, walaupun jenis ikan ini kurang tahan terhadap lingkungan, nila merah yang dibudidayakan sangat menguntungkan. Setidaknya dalam waktu 4 bulan, pembudidaya mampu meraup keuntungan sekitar Rp6,2 juta/KJA. Kalau dua KJA; Rp12,4 juta per 4 bulan.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua edisi 160/September – Oktober 2025