Banyuwangi (TROBOSAQUA). Shrimp Club Indonesia (SCI) Banyuwangi menggelar Banyuwangi Shrimp Fair 2025 (14-16/10) dengan mengusung tema ‘Getting Revival with Innovation and Creativity’. Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi para pelaku usaha tambak udang di tengah berbagai persoalan yang melanda sektor perudangan nasional, terutama pasca isu cemaran radioaktif.
Hardi Pitoyo, Dewan Pengawas SCI yang mewakili Ketua Umum SCI Andi Tamsil, menegaskan bahwa Shrimp Fair kali ini digelar dalam suasana yang penuh keprihatinan. Banyak daerah penghasil udang mengalami penurunan produksi dan kesulitan ekspor.
“Di Aceh udang tak bisa dipanen, di Sumatera Utara dan Lampung tertahan karena harga tidak ada. Jawa Timur pun sama. Yang bisa dilakukan saat ini adalah memasarkan ke lokal,” ujarnya.
Saat ini lesunya pemasaran udang juga dipengaruhi oleh tudingan isu radioaktif. Isu ini sangat berdampak pada petambak udang. Makanya ditengah isu ini, menurutnya pasar lokal perlu dikuatkan supaya ekosistem tetap berjalan.
“Panen dan untung itu dua hal penting, bagaimana memproduksi dan bagaimana memasarkannya. Sekarang udang sudah tersedia, tapi siapa yang membeli? Maka kita harus berinovasi dalam penjualan dan membangun rantai pemasaran bersama,” tegasnya.
Ketua SCI Banyuwangi Yanuar Toto Raharjo menambahkan, Banyuwangi Shrimp Fair 2025 diselenggarakan sebagai wadah berbagi pengetahuan dan inovasi teknologi bagi para pelaku budidaya udang. Menurutnya, petambak sering kali baru berkumpul saat menghadapi masalah di lapangan.
“Biasanya seminar ramai kalau udang sedang bermasalah. Tapi kami tidak pesimis, karena semakin banyak masalah, justru udang semakin seksi untuk dikaji,” ujarnya saat pembukaan kegiatan (14/10).
Perwakilan dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Air Payau, Supito menambahkan, pemerintah terus berupaya mencari solusi terkait isu radioaktif yang berdampak pada ekspor. Ia menyebut, beberapa wilayah di luar Jawa dan Lampung masih bisa mengekspor udang ke Amerika Serikat karena tidak termasuk dalam red list.
“Ekspor dari unit pengolahan di luar Jawa masih berjalan normal. Namun kita perlu memperkuat model penjualan, seperti sistem packing eceran yang lebih efektif untuk pasar domestik,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan apresiasinya kepada SCI Banyuwangi dan seluruh pelaku tambak yang terus berjuang di tengah berbagai tantangan. Ipuk menegaskan pentingnya memperkuat kolaborasi dan inovasi agar industri udang tetap berkelanjutan. “Mudah-mudahan dari forum ini terjalin ikatan yang lebih kuat dan muncul jalan keluar dari setiap persoalan yang dihadapi,” ujar Bupati Ipuk.
Ia mengutip pandangan Patrick Sorgeloos, pakar budidaya udang dunia, bahwa tantangan utama bukan memproduksi lebih banyak udang, melainkan menghasilkan udang yang berkelanjutan, sehat, efisien, dan mensejahterakan petambak.
“Prinsip berkelanjutan harus kita pegang. Mari bangkit dengan inovasi dan kolaborasi. Kami di pemerintah daerah juga berupaya membantu dari sisi pemasaran dengan menghadirkan pasar murah agar petambak tetap berputar meski dengan modal terbatas,” jelasnya.
Pada sesi pertama ini Heni Budi Utari dan Daniel M Nugraha membahas tantangan dalam budidaya udang. Seperti Pemberian probiotik pada pakan untuk mencegah disbiotik dalam HP/usus. Pun juga pemberian Disinfektan untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri Vibrio.
Dijelaskan dalam sesi ini petambak diminta memperhatikan lingkungan kolamnya. Sebab banyak faktor lingkungan yang mempengeruhi ketahanan udang. Tidak hanya air, pengaruh fase bulan terhadap infeksi bakteri dan tingkat imunitas udang.
Pengendalian efektif bisa dilakukan dengan berbagai macam, tapi kuncinya driven budidaya atau pada petambaknya terang Daniel. Ibnu Sahidhir dari BRIN pemateri ketiga menjelaskan tentang menjaga ekosistem tambak lewat, Aerofloc habitat Enginering for Reducing Environmetal Suscpecyibility to APHND (Rekayasa Habitat Aeroflok untuk Mengurangi Kerentanan Lingkungan terhadap APHND)
Victor Nikijuluw menjadi pemateri terakhir di hari pertama, pakar ekonomi kelautan berpengalaman dalam konservasi perairan selama lebih dari 30 tahun. Dalam pemaparannya ia menjelaskan pendekatan juridiksi untuk membangun industri budidaya udang berkelanjutan di Banyuwangi.
Pendekatan jurisdiksi (jurisdictional approach) adalah strategi pengelolaan sumber daya dan komoditas yang dilakukan berdasarkan satuan wilayah administrasi tertentu misalnya kabupaten atau provinsi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di wilayah tersebut.ist/dini/edt