Suasana Shrimp Outlook 2025
Yogyakarta (TROBOSAQUA). JALA, bersama dengan USSEC (US Soybean Export Council), mengadakan Shrimp Outlook 2025 pada (27/2) bertema ‘Memajukan Budi daya Udang Indonesia: Menghadapi Tantangan Lokal dengan Wawasan Global’. Shrimp Outlook 2025 yang berlokasi di Marriott Hotel Yogyakarta dihadiri oleh 350 peserta yang terdiri dari petambak dan pelaku industri.
Acara dibuka dengan kata sambutan dari Budi Sulistiyo , Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Walau Indonesia masih merupakan net exporter seafood, kita perlu memperkuat daya saing dibanding negara produsen udang lainnya, serta berfokus pada mempercepat sertifikasi CBIB untuk memperkuat posisi di pasar global,” ungkap Budi.
Sesi diskusi panel ‘Fase Lanjutan Pasar Udang: Ketika Tren Konsumen dan Keberlanjutan Membentuk Kembali Pasar Global’ menghadirkan dua pembicara. Pertama, Nicholas Leonard, Co-Founder Haven Foods, perusahaan asal Amerika Serikat yang menghubungkan retailer dan food service buyer besar dengan produsen makanan di seluruh dunia. Kedua, George Chamberlain, Presiden The Center for Responsible Seafood, yang telah 25 tahun menjabat presiden lembaga sertifikasi akuakultur global.
Memaparkan ‘Antidumping/Countervailing Duties and Market Outlook: Navigating Challenges and Opportunities in the Shrimp Industry’, Haris Muhtadi, Associate Director CJ Feed & Care Indonesia menyatakan posisi rentan udang Indonesia karena 65% dari ekspor udang nasional adalah ke pasarAS. Pasar AS dikatakannya memiliki sifat khusus yang sangat terpengaruh oleh geopolitik yang seringkali di luar kemampuan industri untuk mengontrolnya.
Pembicara lainnya, Lukas Manomaitis, Technical Director Aquaculture U.S. Soybean Export Council (USSEC) Southeast Asia and Oceania sebagai pembicara kunci kedua menyampaikan ‘Shrimping Up Indonesia : Uncertain Global Waters’. Sesi presentasi pertama diisi Liris Maduningtyas, CEO of JALA dengan tema ‘Indonesian Shrimp Farming Insight from 2024 and What to Expect in 2025’; Melony Sellars, CEO of Genics menyajikan presentasi ‘Local Success: Adapting Biosecurity Practices to Indonesia's Unique Challenges’.
Liris Maduningtyas, CEO dan co-founder of JALA, membuka rangkaian presentasi dengan membagikan sekilas laporan Shrimp Outlook 2025 oleh JALA. Laporan tersebut berisi evaluasi performa industri udang Indonesia, khususnya pada aspek budi daya, khususnya pada aspek budi daya sepanjang 2024 dan pembelajaran untuk 2025. Indonesia mengalami peningkatan produktivitas dari 10,35 ton/ha pada 2023 menjadi 11,55 ton/ha pada 2024, dan Bali-Nusa Tenggara mencatatkan peningkatan paling signifikan.
Liris juga menyampaikan bahwa pada 2025, industri udang harus fokus pada memperkuat keberlanjutan dan kepatuhan terhadap regulasi, mengalokasikan profit untuk efisiensi dan inisiatif yang berdampak, serta memperkuat branding udang Indonesia agar dapat memperkuat posisi di pasar global.
Diskusi panel pertama, tampil Yahira Piedrahita, Executive Director of the National Aquaculture Chamber of Ecuador yang menyajikan tema ‘Turning Challenges into Opportunities: Learning from Ecuador's Strategies towards Global Success’; Txomin Azpeitia, Group Technical Manager of Grobest dengan pokok bahasan ‘Successful Shrimp Farming: A Preventive Approach Leveraging Technical Services and Functional Additives’.
Presentasi selanjutnya, ‘Advancing Shrimp Health with Cutting-Edge Disease Detection’ yang dibawakan Sidrotun Naim, Shrimp Health Specialist of Cekolam dan Lulu Nisrina, Head of R&D Cekolam. Sedangkan materi ‘Shrimp Trade Trends: Global Shifts and Indonesia’s Positioning’ dipaparkan Willem van der Pijl, Director of Global Shrimp Forum.
Shrimp Outlook2025 ini, di mata Indra Setiawan, petambak dari Pantura Jawa Tengah (Kabupaten Tegal) sangat menginspirasi petambak sebagai pemangku kepentingan utama industri udang. “Selanjutnya juga menginspirasi kita semua untuk menambah luas wawasan dari berbagai sudut pandang. Seperti gambaran budidaya udang di Ekuador. Meskipun belum tentu sesuai dari kacamata kita. Tapi kita ketemu pandangan lain di luar negeri. Kondisi (bisnis udang) kita saat ini juga dipengaruhi kondisi global. Ini membuka wawasan,” ujar dia.ntr,jala/dini/edt