Foto: By Istimewa
Jakarta (TROBOSAQUA).Forum Udang Indonesia (FUI) bersama United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) menggelar webinar bertema ‘Bedah Prosedur Operasional Nursery/Pentokolan Udang untuk Tambak Tradisional dan Intensif’pada (28/11) lalu. Webinar ini diikuti oleh sekitar 350 peserta dari berbagai kalangan yang antusias terhadap pengembangan sektor perudangan nasional.
Ketua Umum FUI, Budhi Wibowo, dalam sambutannya mengungkapkan keprihatinan atas kondisi industri udang nasional yang tengah menghadapi tantangan besar. Penurunan ekspor udang sejak 2022 menjadi tanda serius bahwa pangsa pasar Indonesia berisiko diambil alih oleh negara lain. Menyikapi hal ini, Budhi menekankan pentingnya peningkatan produksi udang nasional dengan menekan Harga Pokok Produksi (HPP). Salah satu strategi utama yang disoroti adalah memperbaiki survival rate (SR) melalui langkah-langkah seperti peningkatan kualitas benur, penerapan prosedur budidaya yang benar, dan pengembangan benur besar (juvenile) melalui sistem nursery.
Sukenda, dosen IPB yang bertindak sebagai moderator, menyoroti pentingnya kualitas benur dalam menunjang keberhasilan budidaya udang. Ia menggarisbawahi peluang transformasi dari hatchery ke nursery sebagai solusi inovatif. Belajar dari negara seperti Ekuador yang mampu mencapai produktivitas lebih dari 1 juta ton per tahun, Sukenda mengajak para pelaku industri untuk menerapkan pendekatan two-steps dengan memanfaatkan nursery pond (NP).
Coco Kokarkin, Sekretaris Jenderal FUI sekaligus pembicara utama, memaparkan rancangan SOPNursery Pond (NP) yang telah disusun oleh tim FUI. SOP ini mencakup dua jenis aplikasi: NP untuk tambak tanah dan NP untuk kolam permanen (beton, terpal, atau fiber). Beberapa elemen utama yang dijelaskan meliputi penentuan lokasi, tata letak, persiapan wadah, pemilihan benih, pemeliharaan, dan penerapan biosekuriti.
Coco menekankan pentingnya biosekuriti dalam menghindari penyakit fatal seperti EHP dan AHPND. Ia menyarankan sterilisasi tambak menggunakan Kalium Permanganat (PK) atau kapur tohor hingga pH air mencapai 11 untuk mencegah EHP. Sedangkan untuk menangkal AHPND, selain sterilisasi air, dapat dilakukan penumbuhan probiotik atau pemberian imunostimulan.
Lebih lanjut, Coco menjelaskan bahwa penggunaan benur F1 dari hatchery terpercaya adalah syarat utama keberhasilan NP. Dengan pemeliharaan selama 3–4 minggu di NP, masa kritis penyakit selama 30 hari dapat dilewati karena benur yang lebih besar dan matang lebih toleran terhadap penyakit seperti Vibrio dan virus WSD.
Webinar ini juga menghadirkan tiga pembicara lainnya, yaitu Achmad Jerry (Venambak), Zainul Abidin (CPP), dan Hendra Gunawan (ATINA). Ketiganya memaparkan hasil uji coba NP di berbagai lokasi, yang terbukti mampu meningkatkan survival rate dan produktivitas tambak udang secara signifikan.
Salah satu testimoni menarik disampaikan melalui video oleh Sokin, pembudidaya tradisional asal Subang, Jawa Barat. Sokin berbagi pengalaman positifnya setelah menerapkan NP. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya tingkat survival rate hanya sekitar 10–20%, namun kini melonjak hingga 50%. “Kami di Pantura Jawa Barat bahkan sudah menyerah karena WSD endemik di daerah kami. Tapi sekarang, dengan sistem tradisional plus menggunakan NP, kami kembali semangat berbudidaya,” tutupnya.dian/dini/edt