Foto:
Angka: Peningkatan Koefisien Kecernaan dari beberapa bahan (%) (BSFL: Makanan larva lalat tentara hitam; SCP: Protein sel Tunggal) (Data Internah Jefo)
Tepung ikan telah lama menjadi bahan pokok dalam formulasi pakan budidaya karena kandungan proteinnya yang tinggi dan profil asam aminonya yang seimbang. Namun, kini semakin sulit mendapatkan tepung ikan yang berkualitas tinggi dengan di sisi lain harganya kian melonjak.
Sehingga, muncul kebutuhan mendesak untuk menemukan alternatif pakan lebih efisien dan berkelanjutan. Dua strategi utama yang dapat diadopsi adalah pengurangan penggunaan tepung ikan serta penerapan pola makan hemat protein.
Sumber Protein Alternatif
Dikutip oleh Tran-Ngoc dkk (2019), pada ikan, pengurangan tepung ikan dan kompensasi dari sumber protein lain sedang menghadapi tantangan dalam kecernaan protein. Sedangkan menurut kutipan Vieira et al (2022), tantangan ini makin diperparah ketika sumber protein pengganti, terutama yang berasal dari tumbuhan memiliki kecernaan lebih rendah dibandingkan dengan tepung ikan yang berkualitas tinggi. Kandungan protein dan profil asam amino esensial dari bahan alternatif ini harus diukur dengan baik untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan nutrisi spesifik setiap spesies.
Disamping itu, protease, enzim yang memecah protein menjadi peptida lebih kecil, menjadi solusi dalam meningkatkan kecernaan protein dari sumber alternatif. Studi menunjukkan bahwa dengan menambahkan protease, kecernaan protein dalam pakan dapat meningkat secara signifikan.
Misalnya, pada ikan rainbow trout, protease dapat meningkatkan kecernaan protein dari bungkil kedelai dan kanola masing-masing sebesar 3,5% dan 6,3% (Lee et al, 2020). Selain itu, penggunaan protease juga telah terbukti meningkatkan kecernaan protein dari bahan hewani seperti tepung bulu dan tepung unggas, yang umumnya memiliki daya cerna lebih rendah.
Penerapan protease dalam pakan akuakultur telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mempertahankan performa pertumbuhan hewan akuatik meskipun terjadi pengurangan penggunaan tepung ikan. Contohnya, pada pakan udang, protease memungkinkan pengurangan tepung ikan hingga 40% tanpa mengorbankan performa pertumbuhan. Penggantian sebagian bahan pakan seperti bungkil kedelai dengan bungkil kanola pada pakan ikan pangasius juga berhasil menurunkan biaya formulasi tanpa mengurangi kualitas pakan.
Di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat, industri pakan akuakultur kini beralih ke pola makan hemat protein. Dengan mengoptimalkan bahan baku dan menambahkan protease, pakan dengan kadar protein yang lebih rendah dapat tetap menjaga performa pertumbuhan tetap optimal. Sebagai contoh, pada udang putih, pengurangan kadar tepung ikan dari 10% menjadi 5% dalam pakan berhasil dipertahankan tanpa mengorbankan pertumbuhan dan efisiensi pemberian pakan (Jefo, data internal).
Protease telah terbukti menjadi alat yang efektif dalam mengoptimalkan penggunaan protein alternatif, membantu menurunkan biaya formulasi pakan, serta mendukung keberlanjutan industri akuakultur. Dengan menurunkan ketergantungan pada tepung ikan berkualitas tinggi dan memanfaatkan sumber protein alternatif, sektor akuakultur dapat terus berkembang meskipun di tengah tantangan yang penuh ketidakpastian.