Bogor (TROBOSAQUA). Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 tahun 2019, obat ikan adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati ikan, membebaskan gejala atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Dijelaskan drh Dewi Nawang Palupi, Product Manager PT Cprifarmindo Laboratories, obat ikan digolong ke dalam 5 golongan; biologis; farmastik; premiks; probiotik; dan obat alami.
Obat ikan yang beredar di Indonesia, ungkap Dewi, bisa berasal dari luar maupun dalam negeri. “Yang harus diketahui, untuk bisa memproduksi obat ikan, produsen harus mempunyai sertifikat CPOIB (Cara Pembuatan Obat Ikan yang Baik),” ujar Dewi dalam acara workshop Rifa Fest beberapa waktu lalu.
Peredaran obat ikan pun tidak sembarangan, alias diatur. Dewi mengatakan, obat ikan yang beredar haruslah memiliki nomor pendaftaran atau biasa disebut NIE (Nomor Izin Edar). “Jika ingin mengetahui obat ikan tersebut sudah terdaftar atau belum, bisa dicek di website sibatik.kkkp.go.id,” kata Dewi kepada peserta yang antusias mendengarkan informasi yang diberikan secara offline dan online ini.
Kenapa produk harus didaftarkan dan harus menggunakan produk yang terdaftar? Dewi pun menjawab. Apabila menggunakan produk yang terdaftar, pertama akan ada jaminan keamanan, terhadap ikan, lingkungan serta manusia yang memakan ikan tersebut nantinya. Kedua, ada jaminan efikasi atau kemanjuran. Ketiga, ada jaminan mutu produk.
“Di dalam proses pendaftaran obat ikan, produsen akan memberikan sampel produk untuk diuji di lembaga atau institusi pemerintah BPKIL (Balai Pengujian Kesehatan Ikan dan Lingkungan). Kalau produk disetujui barulah keluar NIE-nya. Itulah kenapa obat yang memiliki NIE itu aman dan terjamin mutunya,” bebernya.edt/dian