Cukup mengkhawatirkan wabah penyakit udang yang tiada hentinya, namun kata positif tetap terpampang dengan penerapan kedisiplinan berbudidaya dengan mengoptimalkan daya dukung tambak
Baru-baru ini, petambak udang vannamei di Sumatera Utara (Sumut), Erwin Budidaman mengatakan repotnya para petambak menghadapi masalah AHPND (Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease) di lapangan. Erwin bercerita, untuk daerah Sumut umumnya, tantangan terberat adalah masalah penyakit AHPND. “AHPND penyebab mortalitas udang hingga 100%,” tukasnya yang bertambak di lahan seluas 9 hektar (ha) di Langkat ini.
Penyakit ini, terang Erwin, secara umum menyebabkan penurunan produksi udang signifikan di daerah Sumut. Dia mengakui, untuk pengembangan dan ekspansi tambak sudah tidak memungkinkan karena serangan penyakit ini.
“Sampai sekarang sudah diterapkan banyak solusi untuk atasi penyakit ini. Diantaranya adalah penggunaan benur yang diklaim lebih tahan AHPND, aplikasi feed additive (imbuhan pakan), disinfektan, mineral, bacteriophage dan probiotik. Semuanya belum memberi dampak yang cukup menjanjikan untuk wilayah Sumut,” beber Ketua Shrimp Club Medan ini kepada TROBOS Aqua beberapa waktu lalu.
Tantangan penyakit juga kerap dihadapi oleh petambak udang di kawasan Bintuhan-Bengkulu. “Kalau di Bintuhan, penyakit yang dominan adalah IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) atau myo,” ungkap Manajer Budidaya PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP), Teguh Setiyono.
Untuk mengatasi penyakit, Teguh mengakui dilakukan beberapa langkah. Karena, terdapat dua prinsip utama dalam menjaga udang agar tetap fit, yakni bersih kolam dan bersih air. Bersih kolam dengan memaksimalkan persiapan kolam sebelum penebaran benur. Optimalkan pembersihan kolam dari lumpur, lumut dan kotoran lainnya.
Lalu, lanjut Teguh, bersih air dilakukan dengan membangun tandon pengendapan dan tandon treatment (perlakuan) air. Bersih alias dengan melakukan sterilisasi air di tandon. Misalkan setiap 10 unit kolam budidaya didukung 2 kolam tandon sehingga selama siklus budidaya bisa dilakukan penggantian air hingga 800 % secara lancar.
Kedua, menjaga kualitas air melalui manajemen kualitas air karena sebetulnya budidaya udang adalah budidaya air. “Jika terjadi penurunan produksi akibat serangan penyakit segera lakukan recovery, penanganan penyakit dan perbaikan kualitas air. Lantas tentukan strategi baru pada siklus berikutnya. Selalu memperbaiki kinerja dengan roadmap budidaya selanjutnya,” papar Teguh.
Karakteristik Daya Dukung Tambak
Bila dihubungkan, munculnya penyakit bisa disebabkan oleh kualitas air tambak yang buruk. Dengan demikian, bila kualitas air sudah menurun, ungkap Pakar Budidaya Udang, Agus Somamihardja, petambak harus memperhatikan faktor penyebabnya.
Antara lain, bisa disebabkan oleh masukan bahan eksternal ke sumber air dari penggundulan hutan, jumlah tambak yang bertambah, polusi air, dan faktor lainnya. “Untuk itu perlu kita perbaiki sistem pengolahan airnya,” papar Agus.
Kualitas air tambak yang baik bisa melindungi udang yang dipelihara, dikaitkan oleh praktisi budidaya udang, Iwan Sutanto. Ia menjelaskan, air merupakan lingkungan tempat udang hidup dan tumbuh. Bila kualitas airnya mendukung kapasitas daya dukung udang yang mumpuni, otomatis udang yang hidup di dalamnya pun terjaga.
Prinsip inilah yang kemudian akrab di telinga petambak sebagai daya dukung. “Daya dukung digambarkan sebagai pengukuran jumlah individu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu. Dengan kata lain, daya dukung adalah jumlah individu maksimum yang dapat didukung oleh suatu lingkungan,” jelas Iwan dalam acara Shrimp Conference Bangka Belitung beberapa waktu lalu.
Mempertahankan kualitas daya dukung lingkungan perairan, akan berkorelasi erat dengan bahan organik di perairan. Dan bahan organik di perairan, ujar Iwan, berkaitan erat dengan mikroorganisme di perairan tersebut, seperti bakteri, alga hijau biru, hingga plankton.
Selanjutnya, parameter kualitas air yang berkaitan erat dengan daya dukung antara lain oksigen, karbondioksida, pH, alkalinitas di dalam tambak. Iwan katakan, fotosintesis fitoplankton menghasilkan oksigen pada siang hari dan karbondioksida pada malam hari. Hal ini akan mempengaruhi siklus pH, alkalinitas, toksisitas dan total amonia.
Iwan menerangkan, akan menjadi berbahaya bila terjadi blooming (peledakan) jumlah individu plankton. Dimana, densitas fitoplankton tinggi sangatlah tidak diinginkan di tambak.
Alasannya, tambak dengan blooming plankton yang berat menciptakan perubahan kandungan oksigen yang tinggi antara siang dan malam. Akibatnya, udang bisa rentan terhadap stres dan terkena penyakit.
Oleh karena itu, untuk mengupayakan peningkatan daya dukung kolam, air diberikan input atau asupan yang dibutuhkan. “Yakni bisa dilakukan dengan cara aplikasi probiotik, program pakan implementasinya, manajemen bahan organik terlarut dan tidak terlarut, menumbuhkan dan menstabilkan pertumbuhan fitoplankton, hingga aplikasi mineral,” ujar Iwan.
Tebar Optimal, Daya Dukung Maksimal
Di samping itu, kualitas air yang bagus untuk daya dukung yang bagus juga bisa dipengaruhi faktor lainnya. Dimana daya dukung tambak juga dipengaruhi oleh cara menerapkan budidaya, mulai dari kepadatan tebar, pengelolaan air, pengelolaan limbah tambak, cara panen, dan faktor teknis budidaya lainnya. Dan, tiap lokasi tambak punya daya dukung berbeda-beda tergantung kualitas air, konstruksi tambak, cuaca daerah sekitar, dan faktor alam lainnya.
Agus juga menerangkan, faktor lainnya yang pengaruhi daya dukung adalah mempercepat panen hingga mengatur padat tebar udang. “ Misalnya penerapan panen parsial atau secara bertahap dapat mengurangi beban tambak atau meningkatkan daya dukung tambak. Karena, tersedia ruang yang lebih luas untuk udang tumbuh,” cerita Agus yang mulai 2018 lalu membangun tambak udang di daerah Cidaun, Cianjur Selatan-Jawa Barat.
Di luasan petakan tambak dari 500 meter persegi (m2) sampai 3.600 m2 per petak, ia sudah mencoba tebar dengan kepadatan mulai dari 170 ekor sampai 300 ekor per m2. Target panennya adalah 25-30 ton per hektar.
“Sejauh ini produksi budidaya udang tergolong lancar. Masa budidaya pembesaran 100 sampai 110 hari. Ukuran udang panen mulai dari 100 ekor per kilogram (kg) sampai 30 ekor per kg, dengan 4 sampai 5 kali panen parsial. Dari pengalaman kita selama berbudidaya udang kepadatan udang di Indonesia amannya antara 175 sampai 200 ekor per m2,” imbuh Agus.
Sedangkan Teguh lebih mengedepankan panen parsial untuk menjaga daya dukung. Ia menyebut, kepadatan tebar benur rata-rata 200 ekor per m2. “Padat tebar benur yang selama ini kami jalankan berkisar antara 170 sampai dengan 200 ekor per m2. Angka ini kami pilih sesuai dengan kondisi tambak, sarana dan prasarana yang kami miliki dan daya dukung lingkungan, terutama kondisi perairan di pantai barat Sumatera,” urainya.
Dari padat tebar ini, maka dilakukan panen parsial 2-3 kali guna menjaga carrying capacity (kapasitas daya dukung) tidak over. “Panen parsial pertama dilakukan pada DOC (usia) 88 hari dipanen udang size 30 hingga 34. Lalu panen parsial berikutnya pada DOC 105 hingga 110 hari dipanen udang size 23 sampai 29. Panen total pada usia 105 sampai dengan 110-120 hari sebanyak 40 % dari biomassa dengan size 23 sampai dengan 26,” beber Teguh.
Terdapat sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan petambak dalam menentukan kepadatan tebar benur di sebuah farm. Antara lain; urai Teguh, daya dukung lingkungan perairan, sarana dan prasarana yang tersedia di kolam (farm) atau yang menjadi pendukung budidaya.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Aqua edisi 129/15 Februari - 14 Maret 2023