Minggu, 15 Januari 2023

Dahri Tanjung: Sosial Ekonomi dan Kolaborasi KJA-Wisata Toba

Dahri Tanjung: Sosial Ekonomi dan Kolaborasi KJA-Wisata Toba

Foto: 


Sampai saat ini kegiatan usaha Keramba Jaring Apung (KJA) tetap menjadi salah satu bisnis yang menguntungkan bagi masyarakat di beberapa desa kawasan Danau Toba. Sementara di pertengahan tahun 2022 lalu Pemerintah juga gencar ingin mengurangi jumlah petakan maupun produksi ikan KJA dalam rangka mendukung Danau Toba sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas.
 
Hasil penelitian CARE IPB Bogor dengan LPDP di tahun 2022 menunjukkan gambaran terbaru terkait KJA tersebut.  Bisnis perikanan KJA ini telah berkurang drastis di Tigaras-Simalungun dan Tanjung Bunga serta Pangururan-Samosir. Sementara sentra KJA terbesar masih di Haranggaol-Simalungun dan Silalahi-Dairi. Di beberapa tempat lain masih ditemukan dalam jumlah kecil, seperti di Panahatan dekat Parapat, di Muara, di Bakkara-Humbahas, serta di Paropo-Dairi.
 
Tidak dapat dipungkiri bahwa usaha budidaya perikanan dalam keramba jaring apung ini merupakan usaha yang sangat menjanjikan bagi masyarakat di pinggiran danau. Mereka mengusahakannya dengan sungguh-sungguh dan mencari modal usaha ke berbagai sumber, termasuk meminjam ke bank maupun ke sumber pembiayaan lain seperti e-fishery yang mulai berkembang di tengah masyarakat pelaku KJA.
 
Apabila dianalisis secara rata-rata, pelaku KJA bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp 5,7 juta per bulan dengan mengusahakan 4 lobang keramba. Pendapatan itu adalah dari hasil membudidayakan ikan nila selama 5 - 6 bulan dengan modal mencapai Rp 186 juta.  Dengan harga jual ikan di tingkat local (farm gate) sekitar Rp 23 ribu/kg, maka pembudidaya ikan bisa memperoleh penerimaan sebesar Rp 221 juta.   
 
Sebagai gambaran, produksi ikan di salah satu sentra KJA, yaitu Desa Haranggaol, ada + 400 pemilik dengan rata-rata 19 lubang atau total 7.600 lubang. Estimasi bisnis ikan di daerah ini mencapai Rp 2 miliar/hari.  Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat sekitar 800 - 1.000 orang, baik sebagai TK di kolam maupun tenaga angkut panen.
 
Nilai Ekonomi KJA
Secara keseluruhan, produksi ikan dari KJA di Danau Toba saat ini diperkirakan sebanyak 70 ribu ton per tahun.  Sekitar 57 % diproduksi oleh perusahaan dan selebihnya oleh KJA masyarakat.  Bisnis ini telah mendorong berkembangnya usaha lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan KJA.  
Yang terkait langsung seperti usaha benih ikan dengan nilai mencapai Rp 158,4 miliar per tahun, bisnis pakan mencapai nilai Rp 1.3 triliun per tahun.
 
Selanjutnya nilai perdagangan ikan dalam negeri mencapai Rp. 1.9 triliun per tahun dan ekspor Rp 1.5 triliun per tahun.  Disamping itu lapangan kerja yang tercipta sekitar 12.300 tenaga kerja ditambah usaha peralatan KJA mencapai nilai Rp 30 miliar.  
 
Dampak ekonomi tidak langsung diantaranya usaha-usaha yang muncul pada rantai distribusi, transportasi, kuliner warung makan, sembako maupun bisnis ikutan lainnya. Diperkirakan perputaran uang di industri KJA ini mencapai Rp 5 triliun per tahun.  Suatu kegiatan ekonomi yang sangat berperan penting bagi daerah yang tingkat kemiskinannya masih tinggi dan pendapatan daerahnya termasuk rendah.   
 
Dengan demikian industri KJA ini perlu dipertahankan karena memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian Kawasan Danau Toba. Data BPS (2021) menunjukkan kontribusi Sektor Perikanan dengan Pertanian terhadap PDRB Sumatera Utara mencapai 21 %. Disamping itu bisnis KJA ini juga berperan dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta sebagai pondasi keberagaman basis perekonomian masyarakat Toba, sehingga lebih tangguh terhadap guncangan internal dan eksternal.
 
Peluang Kolaborasi 
Ketika keramba ditata dengan 2 alasan utama untuk tujuan wisata dan SK Gubsu 2017 menuju produksi 10 ribu ton/tahun, Pemerintah pun sebaiknya sudah memikirkan alternative alih usahanya.  Jangan sampai para pelaku KJA ini menjadi terdampak dan miskin kembali. Kalau alternatifnya adalah pertanian berbasis lahan tentu akan sulit, karena lahan yang ada di pinggiran Danau Toba sangat terbatas, sempit-sempit, tebing berbatu, dan statusnya banyak yang hutan lindung.  
 
Salah satu yang diharapkan adalah bagaimana mengintegrasikan perikanan KJA dengan pariwisata. Sebagai contoh, membuka usaha kuliner yang terkait dengan pariwisata, termasuk membuka restoran wisata terapung. Sebenarnya usaha kuliner restoran ini sudah mulai berkembang di beberapa tempat, seperti di Tipang-Bakkara, Tongging, dan Silalahi-Dairi, namun tampaknya pasarnya masih terbuka lebar apalagi di beberapa tempat zona wisata. 
 
Yang menarik adalah usaha ini memadukan bisnis KJA dengan pariwisata. Menu utama yang ditawarkan di setiap restoran tersebut pastilah ikan nila dan ikan mas. Sementara kedua ikan tersebut merupakan produksi utama dari KJA masyarakat.
 
Pengusaha dapat menawarkan sensasi makan di pinggir danau atau di atas restoran terapung di atas danau dengan suguhan menu ikan nila dengan berbagai varian rasa. Ikan tersebut dapat dipanen langsung dari KJA yang dikembangkan berdampingan dengan restorannya.  Disamping makan, pengunjung juga dapat menikmati wisata keramba dengan memberi pakan ikan atau memancing nila.
 
Terpadu dengan itu, masyarakat pun dapat menawarkan jasa berlayar (cruise) naik kapal wisata, speedboat atau perahu menjelajahi wilayah sekitar Danau Toba. Tentu faktor keamanan dan keselamatan sangat dipentingkan dalam hal ini. 
 
Namun demikian tantangan besar harus dilalui pengusaha, karena modal yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Untuk membangun restoran terapung membutuhkan modal ratusan juta.  Selanjutnya bagaimana caranya mendatangkan wisatawan ke Danau Toba. Apabila pemerintah bergerak di ranah makro, maka masyarakat harus bersiap diri di ranah mikro. Dibutuhkan tempat yang bersih, ramah dan sopan, sehingga konsumen betah dan rela untuk belanja.
 
Dengan demikian keberadaan KJA dapat bersinergi dengan pengembangan pariwisata.  Disamping itu yang tidak kalah penting adalah peranan KJA Danau Toba dalam mendukung ketahanan pangan di Sumatera Utara dengan suplai ikannya serta memenuhi kebutuhan gizi masyarakat berbasis ikan. Masyarakat Sumatera Utara sangat terbantu karena ikan Toba rasanya enak dan harganya yang relative terjangkau.
 
 
*Dosen Sekolah Vokasi dan Peneliti di CARE IPB Bogor
 

 
Aqua Update + Anjungan + Cetak Update +

Artikel Lain