Minggu, 15 Januari 2023

Babak Baru Perikanan Toba Berkelanjutan

Babak Baru Perikanan Toba Berkelanjutan

Foto: 


Pengendalian kualitas air dan penataan Danau Toba perlu kolaborasi dengan kegiatan usaha dan masyarakat lainnya di luar keramba jaring apung
 
Tak terasa sudah 5 tahun berjalan sejak dikeluarkannya kebijakan pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung (DDDT) budidaya perikanan di Danau Toba. Kebijakan tersebut tertuang dalam SK GubSU Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba untuk Budidaya Perikanan serta SK GubSu Nomor 188.44/209/KPTS/-2017 tentang Status Tropik Danau Toba. 
 
Pada SK pertama produksi ikan dibatasi hanya 10 ribu ton per tahun, sedang pada SK kedua ditetapkan status perairan yang ingin dicapai, yaitu status oligotropik. Sejak ditetapkannya sebagai kawasan wisata startegis pada 2011 lalu, salah satu upaya pemerintah mulai yaitu menata keberadaan usaha KJA) di seputar Danau Toba.  
 
Menurut Binsar Situmorang, Ketua Penataan KJA Danau Toba yang juga Staf Ahli Gubernur Sumut Bidang Polhukam, sejak diterbitkannya kebijakan tersebut pemerintah daerah telah melakukan penataan KJA. Bentuk langkah-langkah yang telah dilakukan diantaranya penggusuran sejumlah KJA di beberapa titik lokasi. 
 
Lebih lanjut Binsar mengatakan, penataan ini dilakukan guna mengikuti peraturan yang tengah berlaku saat ini dengan merujuk SK Gubsu 2017 tersebut.  “Namun begitu dalam SK tersebut tercantum setelah 5 tahun diberlakukan perlu ada kajian ulang untuk menentukan daya dukung KJA di Toba,” pada acara Focus Discussion Group (FGD) terkait DDDT Toba akhir tahun lalu di Parapat Sumut. 
 
Binsar mengungkapkan, pada awal 2022 kajian terbaru sudah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut terkait DDDT yang merekomendasikan DDDT Toba sekitar 55 ribu ton per tahun dengan status kesuburan air yakni Mesotrofik. “Hasil kajian terbaru ini dapat menjadi pertimbangan dan rujukan utama dalam melakukan peninjauan ulang atau revisi terhadap peraturan Penataan KJA dan SK Gubernur Sumut,” ungkap Binsar.
 
Binsar mengungkapkan bahwa semua sepakat bahwa Danau Toba merupakan aset yang sangat penting dan memiliki multi fungsi. Namun pemanfaatannya telah menimbulkan berbagai dampak terhadap kualitas ekosistem danau. Meskipun demikian, perlu diingat, bahwa pembangunan dan kegiatan ekonomi merupakan penggerak kesejahteraan masyarakat. 
 
Ia menambahkan, Danau Toba merupakan salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 - 2025. Selain dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata, Danau Toba juga dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti pembangkit listrik tenaga air, sumber air baku air minum, transportasi, dan budidaya perikanan. 
 
Kajian Terbaru
Faktanya beragam aktivitas pemanfaatan Danau Toba telah menimbulkan dampak terhadap degradasi kualitas ekosistem danau sehingga Danau Toba telah dimasukkan sebagai salah satu dari 15 danau di Indonesia yang perlu diperbaiki kualitas airnya. Literatur sejarah menunjukkan, ada tahun 1929, dimana aktivitas manusia dalam pemanfaatan Danau Toba belum intensif, hasil Sunda Expedition menyatakan bahwa perairan danau masih termasuk perairan oligotrofik (miskin hara) dengan kecerahan mencapai 22 m dan nilai Total Fosfor berkisar 5 μg/l (Ruettner, 1930). 
 
Dari beragam kajian kualitas air Danau Toba terdahulu, ada sejumlah sumber pencemaran yang mempengaruhi kualitas air Toba hingga saat ini. Sumber-sumber tersebut yaitu limbah domestik, limbah perhotelan, limbah budidaya KJA,  peternakan darat, pelabuhan, transportasi air, kegiatan pariwisata, serta limbah dari sungai-sungai yang mengalir ke Danau Toba. 
 
Prof Ternala Barus, Ketua Peneliti Kajian DDDT Toba, serta Guru Besar Universitas Sumatera Utara, belum lama ini merampungkan penelitiannya pada akir 2022 terkait Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba yang diinisiasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara. Ia mengungkapkan, tujuan kajian ini antara lain untuk menganalisis kualitas air Danau Toba, mengidentifikasi sumber-sumber pencemaran Danau Toba, menentukan status trofik Danau Toba, menghitung daya dukung Danau Toba untuk kegiatan KJA, serta menganalisis aspek sosial ekonomi dan budaya keberadaan keramba jaring apung terhadap masyarakat di sekitar Kawasan Danau Toba.  
 
Dalam sosialisasinya pada acara FGD dihadapan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Sumut, Pemerintah Kabupaten di Sekitar Danau Toba, Prof Ternala menyampaikan bahwa, Hasil kajian Daya Dukung Danau Toba yakni sebesar 55.083,16 ton per tahun. Daya dukung ini, jelasnya, tentu dapat dijalankan dengan mengaplikasikan tata kelola pembangunan yang berkelanjutan, yang meliputi pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan sosial, serta keberlanjutan lingkungan.
 
Dari hasil kajian tersebut, lanjut Prof Ternalan, juga menunjukkan kelas mutu air Danau Toba masuk kategori Kelas 2 (Berdasarkan PP 22/2021: Nilai Total Fosfor 23,03 μg/l). Pada kategori ini air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 
 
 
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 128/15 Januari - Februari 2023
 

 
Aqua Update + Inti Akua + Cetak Update +

Artikel Lain