Medan (TROBOSAQUA.COM). Mitigasi hama dan penyakit ikan pada komoditas-komoditas prioritas budidaya seperti udang, rumput laut, dan lainnya harus menjadi perhatian segenap stakeholder perikanan.
"Dari sisi kami, tentu memberikan dukungan dari sisi quality assurance untuk mencegah adanya hama dan penyakit ikan," kata Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) , Pamuji Lestari saat memberikan kuliah umum di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, Selasa (6/12/2022).
Sosok yang akrab disapa Tari ini pun memaparkan penyakit udang bisa berampak pada penurunan laju pertumbuhan produksi. Hal ini pun pernah terjadi di Asia dan Dunia seperti pada 2006 silam yang turut menyebabkan kerugian ekonomi.
"Di Brazil pernah terjadi pada tahun 2006 dan mengakibatkan kerugian hingga USD1 miliar," urai Tari.
Bahkan Negeri Jiran juga pernah mengalami kerugian mencapai USD100 juta akibat merebaknya virus APHND pada tahun 2011. Kemudian di Thailand pada 2011-2016 yang juga memicu kerugian ekonomi mencapai USD7,4 miliar.
"Belum lagi ditambah kerugian ekspor USD4,2 miliar yang dialami Thailand," sambungnya.
Selain itu, pada tahun 2010-2016, negara-negara seperti Tiongkok, Malaysia, Mexico dan Vietnam merugi hingga USD23,6 miliar akibat virus APHND. Nilai ini belum termasuk kerugian penjualan pakan sebesar USD7 miliar saat kemunculan kasus Koi Herpes virus dari Maret 2002 hingga Desember 2003.
"Nilai kerugian di kasus Koi Herpes Virus mencapai USD15 juta. Tentu ini jadi peringatan dan pembelajaran terkait pentingnya quality assurance," kata Tari.
Dalam kesempatan ini, Tari mengajak para mahasiswa untuk turut ambil bagian dalam pembangunan ekonomi sektor kelautan dan perikanan. Salah satu peluang yang bisa dioptimalkan yakni pemanfaatan bioteknologi kelautan Indonesia yang saat ini masih sangat rendah atau baru 10% dari total potensinya.
"Banyak produk industri bioteknologi kelautan yang bahan baku (raw materials) nya dari Indonesia diekspor ke negara lain, namun negara pengimpor memprosesnya menjadi beragam produk akhir (finished products) seperti farmasi, kosmetik, dan healthy food and bevareges lalu diekspor ke Indonesia. Contohnya gamat, squalence, colagen, minyak ikan, dan Omega-3," katanya.
Sebelum memberikan kuliah umum, Tari melakukan penandatanganan kesepakatan bersama antara BKIPM dengan USU serta perjanjian kerja sama antara BKIPM Medan I dengan Fakultas MIPA USU untuk mendukung implementasi dari Sistem Kesehatan Ikan, serta Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SJMKHP).
Dia berharap kerjasama ini bisa diinternalisasi secara formal, khususnya bidang keahlian perkarantinan ikan/kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan atau KIPM kedalam dunia akademi seperti pembentukan Mata Kuliah KIPM.
"Dukungan terhadap program nasional pemerintah yang terkait dengan tugas dan fungsi BKIPM dan Fakultas MIPA USU; Transfer knowledge dan transfer experience antara instansi berbasis Pendidikan dengan instansi pelayanan publik dalam rangka optimalisasi tugas dan fungsi demi kesejahteraan masyarakat," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan harapannya terhadap milenial pelaku usaha rintisan (start up) di bidang kelautan dan perikanan. Dia mengajak milenial untuk terus berinovasi dalam memajukan sektor kelautan dan perikanan Indonesia mengingat besarnya peluang usaha di bidang ini.ist/ed/meilaka