Jakarta (TROBOSAQUA). Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan atau Badan Mutu Kementerian Kelautan dan Perikanan atau Badan Mutu KKP mendapat pengakuan dari Pemerintah Amerika Serikat (AS) sebagai pelaksana Certifying Entity (CE) untuk ekspor udang ke AS. Dengan adanya pengakuan ini, produk udang yang bisa masuk pasar AS harus memiliki Sertifikat Mutu yang diterbitkan oleh KKP.
“KKP telah menerima penetapan dari Pemerintah AS sebagai CE untuk udang Indonesia yang diekspor kesana, sehingga untuk dapat masuk ke AS wajib menggunakan Sertifikat Mutu yang diterbitkan oleh KKP terutama untuk ekspor dari Jawa dan Lampung,” jelas Ishartini, Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan atau Badan Mutu KKP melalui siaran pers Humas Badan Mutu KKP Nomor: SP.414/SJ.5/X/2025 di Jakarta, Sabtu (10/10).
Adanya penetapan CE bagi ekspor udang Indonesia erat kaitannya dengan pemberlakuan regulasi pengetatan impor oleh AS melalui Import Alert 99-52 yang memberlakukan adanya persyaratan tambahan, yaitu sertifikasi bebas cemaran Cesium 137 pada produk udang oleh otoritas kompeten negara asal yang diakui secara resmi oleh US FDA.
“Aturan Import Alert 99-52 bagi udang Indonesia oleh Pemerintah AS bukan merupakan red list atau penolakan, tetapi hanya tambahan persyaratan bagi shipment yang berasal dari UPI (perusahaan perikanan-red) udang berlokasi di Jawa dan Lampung yaitu harus disertai Sertifikat Mutu Bebas Cemaran Cesium 137. Sementara itu ekspor udang ke AS selain dari dua wilayah tetap berlaku seperti biasa,” terangnya.
Sebagai penutup, Ishartini menyampaikan bahwa KKP sebagai CE menjadi satu – satunya instansi yang menerbitkan sertifikat mutu bebas dari cemaran Cesium 137 pada produk udang melalui serangkaian kegiatan sertifikasi yang melibatkan otoritas nuklir Indonesia yaitu Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Badan Riset & Inovasi Nasional atau BRIN.
Pengakuan dari pemerintah AS sebagai Certifying Entity (CE) untuk ekspor undang dari Indonesia ke negara tersebut, bertepatan dengan momen Bulan Bakti Kelautan dan Perikanan dalam rangka peringatan HUT ke-26 tahun KKP. KKP berkomitmen untuk terus menggeliatkan sektor kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Melalui aplikasi SIAP MUTU yang terhubung langsung dengan sistem FDA (ITACS) dan Bea Cukai Amerika (CBP), proses sertifikasi ekspor bisa dilakukan secara online, cepat, dan transparan. Proses sertifikasi akan tetap menggunakan sistem yang telah ada, yakni Sertifikasi Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (SMHKP) dengan keterangan ‘bebas radioaktif’.
Ishartini menegaskan, tidak ada biaya tambahan agar para pelaku usaha mengantongi sertifikasi tersebut. Namun, pelaku usaha perlu melampirkan hasil uji laboratorium yang membuktikan produknya bebas dari paparan radioaktif.
“Kalau dari petambak tidak menanggung biaya. Biaya ini ditanggung oleh eksportir. Unit pengolahan ikan sudah biasa melakukan berbagai uji, seperti uji antibiotik dan uji salmonella. Hanya saja, kini mereka perlu menambah uji cesium-137,” terang Ishartini.
Pengujian Radionuklida
Sebelumnya dalam suratnya kepada segenap pemangku kepentingan di Tanah Air, Kedubes RI di Washington DC, AS menulis, FDA tidak menunjuk langsung lembaga di Indonesia untuk melaksanakan CE, melainkan mengakui lembaga yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dan diberitahukan secara resmi kepada FDA. Dengan kata lain, Pemerintah RI harus menentukan lembaga mana yang berwenang menerbitkan sertifikasi, lalu mengkomunikasikan penunjukan tersebut kepada FDA agar diakui sah sebagai CE.
Disebutkan, Certificate of Compliance dari Certifying Entity (CE) ini wajib dilampiri untuk setiap pengiriman (per-shipment). Sertifikat ini harus ditandatangani lembaga resmi dan produk dinyatakan telah diuji sesuai standar (termasuk pengujian radionuklida) dan disampaikan melalui sistem ITACS (Import Trade Auxiliary Communication System) FDA sebelum kapal berangkat.
CE Certificate (Yellow List) bersifat lebih administratif, berbasis verifikasi dokumen dan hasil uji, dan diterbitkan pemerintah RI. Sementara TPP Certificate (Red List) cakupannya lebih kompleks, berupa laporan audit dan sertifikat kelayakan, dan dikeluarkan pihak ketiga akreditasi FDA, termasuk mencakup manajemen mutu menyeluruh.
FDA menegaskan bahwa barang yang diwajibkan sertifikasi tetapi tidak dapat memenuhinya akan dikenai refusal of admission berdasarkan Section 801(a) FD&C Act. Produk yang sudah ditahan juga tidak dapat direkondisi, karena sertifikasi memerlukan jaminan menyeluruh atas proses produksi, kontrol risiko, dan kondisi fasilitas.
Import Alert 99-52 ini juga menetapkan bahwa perusahaan yang masih berada di Red List Import Alert #99-51 tidak dapat keluar dari Red List Import Alert #99-52 sebelum status di Import Alert #99-51 diselesaikan terlebih dahulu. Dengan demikian, bagi perusahaan yang masuk dalam Import Alert #99-51 dan ingin keluar dari status Red List, tahapan yang harus dilakukan adalah melakukan Root Cause Analysis (RCA), menyusun Corrective Action Plan (CAP), lalu membuktikan melalui beberapa pengiriman berturut-turut yang diuji bersih di laboratorium pihak ketiga AS.
Setelah bukti konsisten, perusahaan bisa mengajukan petisi resmi ke FDA untuk keluar dari Import Alert #99-51. Selanjutnya perusahaan tersebut harus memenuhi syarat dalam Import Alert #99-52 dengan mengajukan TPP Certification yang akan berfungsi sebagai jaminan tambahan bahwa sistem pengendalian Cs-137 sudah berjalan, audit fasilitas memenuhi syarat, dan verifikasi independen dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa sertifikasi TPP saja belum cukup bila perusahaan masih tercatat dalam Import Alert #99-51.datuk-lampung/dini/edt.



